mahadalyannur2.ac.id-Bahtsu Masail Washit, kegiatan rutin yang diselenggarakan dua bulan sekali, kembali diaksanakan pada tanggal 25 february 2025, tepatnya di hari rabu. Tujuan diselenggarakan acara tersebut untuk menumbuhkan rasa gairah dan semangat santri dalam forum musyawarah, serta membantu memecahkan persoalan aktual kehidupan zaman ini.
Acara berlangsung di kantor lantai tiga kantor pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtadlo. Para hadirin duduk sesuai kelompoknya. Sedangkan di bagian panggung terdapat meja untuk para perumus dan mushahih.
Acara tersebut dibuka oleh MC pada pukul 09.00 WIB dan langsung masuk ke sesi musyawarah yang dipimpin moderator. Moderator membacakan soal “Apa hukum melakukan suntik putih menurut syariat?” Para peserta musyawarah berbondong-bondong mempersiapakan ibarotnya. Musyawarah berlangsung ramai terlihat para mahasantri yang berebutan mengangkat papan untuk unjuk suara.
Sebelum acara ini berlangsung, para peserta musyawarah ini sudah mempersiapkan diri bersama kelompoknya. Setiap kelompok diharuskan memiliki konsep masing-masing yang nantinya mereka usung saat musyawarah. Persiapan ini karena mereka menginginkan musyawarah berjalan seru.
Ketika bahtsu, perbedaan merupakan keharusan. Sebagian peserta menyatakan bahwa suntik hukumnya boleh dengan beberapa pertimbangan. Namun, kelompok lain menyangkal jawaban tersebut. Kelompok lain lagi mengatakan bahwa suntik putih hukumnya haram.
Hingga tak terasa menyetuh pukul 12.00 WIB, sesi musyawarah telah selesai. Rumusan sementara yang dirumuskan oleh Ust. Fuad Amin, “Apa hukum menggunakan suntik putih menurut syariat?”
“Diperbolehkan, karena tidak termasuk taghyirul kholqi (merubah ciptaan) yang haram, mengingat cara kerja suntik pemutih hanya mencegah sel melakukan regenerasi,” ucap perumus tersebut dengan nada diplomatis.
Lanjut sambutan yang dibawakan oleh KH. Nidhom Subki. Beliau memiliki beberapa poin untuk membuat musyawarah lebih baik lagi. Ada empat poin yang beliau sampaikan.
Satu, untuk lebih fokus kepada kitab-kitab turots. Beliau bahkan mengatakan bahwa moderator seharusnya melarang mahasantri yang membaca kitab kontemporer. Beliau memberikan tips untuk para mahasantri mencari dari kitab mazhab Syafii terlebih dahulu yang sudah bisa dipastikan kebenarannya.
Dua, untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Beliau membahasakan hal ini sebagai takyif. Bahwa, tahap ini merupakan langkah yang penting dalam menjawab persoalan yang akan para peserta jawab.
Tiga, moderator harus bisa membuat alur saat bermusyawarah. Harus ada titik tekan yang diperdebatkan agar pembahasan tidak melebar. Dengan demikian, para peserta bisa memberikan jawaban dan sangkalan yang tepat.
Empat, metodologi yang diajarkan di kelas harus dipraktikan saat bahtsu. Beliau mengatakan bahwa pelajaran yang ada di kelas merupakan pondasi-pondasi penting untuk memberikan jawaban saat musyawarah. Sebab pelajaran yang ada di kelas adalah cara-cara untuk memberikan jawaban sesuai konsep fikih manhaji.
Penulis: Ilham Zainul Abidin
Penyunting: Ghani Maulana