Ma'had Aly Pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtadlo

Hukum Bermakmum Salat Isya pada Imam Salat Tarawih

mahadalyannur2.ac.id-Salat tarawih adalah salat sunah yang hanya dilaksanakan pada bulan Ramadan. Umumnya, umat Muslim di Indonesia melaksanakan salat ini setelah salat Isya. Mereka berbondong-bondong mengejar pahala salat tarawih karena hanya ada di bulan Ramadan dan tidak ingin melewatkannya.

Namun, dalam praktiknya, sering ditemukan banyak orang yang terlambat datang ke masjid setelah salat Isya selesai dilaksanakan, bahkan ada yang datang ketika salat tarawih sudah dimulai. Mereka kemudian melaksanakan salat Isya, bermakmum pada imam yang sedang salat tarawih. Dengan mengikuti semua gerakan sebagaimana mestinya salat berjemaah. Lalu, ketika imam selesai salam rakaat kedua, ia bangun menyelesaikan salat seperti orang masbuk.

Nah, menanggapi praktik tersebut, apakah dapat dibenarkan oleh syariat, khususnya mazhab Syafii? Dan, apa alasannya? Penulis kali ini akan mengulasnya menurut pandangan kitab Minhajut Thalibin dan Syarah Mughni Muhtaj.

Imam Nawawi menyatakan dalam kitab Minhajut Thalibin:

وتصح قدوة المؤدي بالقاضي، ‌والمفترض‌بالمتنفل، وفي الظهر بالعصر وبالعكوس، وكذا الظهر بالصبح والمغرب وهو كالمسبوق.

Artinya: “Sah bermakmumnya orang salat ada’ (salat sesuai waktu) kepada orang yang salat qada’, dan salat fardu pada salat sunah. Sah pula salat Zuhur mengikuti salat Asar, atau sebaliknya. Demikian juga salat Zuhur mengikuti salat Subuh atau Magrib, dan hukumnya sama seperti makmum masbuk.”

Kali ini penulis hanya berfokus pada pernyataan “Sah bermakmum salat fardu pada salat sunah”. Ungkapan tersebut merupakan indikasi umum, mencakup segala jenis salat sunah dan fardu.

Alasan dari keabsahan permasalahan di atas karena gerakan keduanya yang sama dan tidak berubah dengan perbedaan niat. Sehingga, jika susunan salat berbeda seperti bermakmum pada orang yang salat khusuf (gerhana), hukumnya tidak sah.

Syekh Syirbini menjelaskan bahwa Imam Syafii ra. berdalil akan keabsahan salat tersebut dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang mengisahkan sahabat Muadz:

أن معاذا كان يصلي مع النبي صلى الله عليه وسلم عشاء الآخرة ثم يرجع إلى قومه فيصلي بهم تلك الصلاة» وفي رواية للشافعي هي له تطوع ولهم مكتوبة.

Artinya: “Mu’adz biasa salat Isya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian kembali kepada kaumnya dan salat mengimami mereka dengan salat yang sama.” Dalam riwayat Imam Syafi’i, salat tersebut sunah baginya (Mu’adz) dan wajib bagi mereka (kaumnya).

Lalu, Syekh Syirbini memberi penjelasan tambahan bahwa sebaiknya kita menghindari praktik seperti ini disebabkan berpotensi muncul polemik di antara umat Muslim:

ومع صحة ذلك يسن تركه خروجا من الخلاف. لكن محله في غير الصلاة المعادة. أما فيها فيسن كفعل معاذ، نبه على ذلك شيخي

Artinya: “Meskipun hal ini sah, sunah untuk meninggalkannya untuk menghindari polemik. Namun, kesunahan meninggalkan hanya berlaku selain salat yang mu’adah (diulang). Adapun dalam salat yang diulang, sunah untuk melakukannya seperti yang dilakukan Sahabat Mu’adz.”

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum bermakmum salat Isya pada imam salat tarawih adalah sah, namun lebih baik ditinggalkan untuk menghindari polemik di antara umat Muslim.

Penulis: Mohamad Firudin/Semester 6

Penyunting: Ghani Maul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *