Setan Dibelenggu

Tidak terasa sudah masuk hari ke-9 bulan Ramadhan. Dan pastinya sudah tidak asing bagi kita, tentang sebuah hadits yang mengatakan bahwa saat bulan Ramadhan setan dirantai. Namun, apakah benar demikian ?, dan bagaimana dengan bukti, bahwa masih banyaknya orang yang maksiat di bulan Ramadhan, seperti; mokel, tidak shalat, dan lain-lain.

Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut. Alangkah baiknya, bagi kita untuk mengetahui terlebih dahulu tentang hadis, serta makna hadis tersebut terlebih dahulu. Apakah benar bahwa setan terbelenggu pada bulan Ramadhan?

Hadits No. 1799 dalam kitab Shahih Bukhari yang berbunyi : “إِذَا جَاء رَمَضَانَ، فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ”. Yang berarti “Jika telah datang bulan Ramadhan, niscaya terbukalah pintu surga serta tertutupnya pintu neraka, dan terbelenggunya setan”.

Ketika kita melihat makna kontekstual hadis tersebut. Maka sah-sah saja, Ketika kita meyakini bahwa pada bulan Ramadhan setan itu dikrangkeng. Namun, ternyata bukan lah demikian makna hadis tersebut.

Menurut imam Syihabudin Ahmad bin Muhammad al-Khatib al-Qastalani al-Mishri dalam kitabnya, Irsyadus Sari syarah Shahih Bukhari mengatakan bahwa makna kata “Dirantainya setan” itu memiliki dua makna. Yakni makna secara hakikat dan juga makna majaz.

Penjelasan Hadist

Makna hakikatnya adalah, tidak bisanya setan menggoda kita atau kaum muslimin, karena tidak tahunya pada tingkah laku kita atau kaum muslimin. Karena dalam sejarahnya, bulan Ramadhan merupakan bulan di mana turunnya al-qur’an. Dalam artian, pada saat turunnya al-qur’an kepada nabi Muhammad SAW, setan tidak mengetahui pesan atau wahyu dari malaikat Jibril kepada nabi Muhammad. Sehingga ia tidak bisa menggoda nabi, karena ketidaktahuannya terhadap tingkah beliau. Dan hal itu hanya berlaku pada siang hari, karena turunnya al-qur’an pada nabi Muhammad terjadi pada siang hari.

Adapun makna majasnya adalah, para iblis tidak bisa menjerumuskan manusia pada saat Ramadhan. Karena pada bulan tersebut, mereka (muslimin) sedang berpuasa, yang mana berpuasa merupakan salah satu cara untuk mengekang syahwat. Dan sudah kita maklumi bahwa syahwat merupakan jalan setan untuk menggoda kita. Sehingga, Ketika kita mengekang syahwat. Maka secara otomatis kita juga mempersempit jalan setan untuk menggoda kita kaum muslimin.

Dan Ketika kita sudah mengetahui makna dari kata “terbelenggunya setan”. Maka tidaklah aneh bagi kita, tentang peristiwa-peristiwa di zaman sekarang, yang berupa maksiat ataupun kejelekan. Karena makna kata tersebut hanyalah seperti di atas, bukan benar-benar terikat dengan rantai kemudian sulit bergerak, dan tidak bisa menggoda kaum muslimin.

Redaktur: M. Rikza
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Berobat yang Tidak Membatalkan Puasa

Dalam syariat puasa seseorang akan batal jika ada perkara yang masuk ke salah satu lubang anggota tubuh. Lubang tersebut antara lain hidung, telinga, mulut, dubur, dan qubul.

Salah satunya ialah obat, semisal obat maag. Oleh karena itu, seseorang yang sedang berpuasa akan batal jika mengkonsumsinya.

Itu menjadi tanda bahwa orang sakit lebih baik tidak puasa, bahkan haram hukumnya jika ia memaksa puasa, tetapi sakitnya bertambah parah. Itulah bukti keramahan syariat, sebagaimana firman-Nya:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah 185).

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dan Dia tidak menjadikan untuk kamu suatu kesulitan dalam agama.” (QS. Al-Hajj : 78)

Dalam kaidah fikih  juga tercantum:

اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَيْسِيْر

“Di balik kesukaran terdapat sebuah kemudahan”

Berobat saat Puasa

Namun bagi orang sakit yang  tetap  ingin  berpuasa, maka puasanya tidak akan batal jika berobat dengan penggunaan sebagai berikut:

1. Suntik

Mengkonsumsi obat dengan suntikan tidak membatalkan puasa, karena obat tidak masuk dari salah satu lima lubang yang ada di atas. Sebagaima keterangan dalam kitab Hasyiyata  Qalyubi wa ‘Umairah ‘ala Syarh al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin”

وْ اَوْصَلَ الدَّوَاءَ لِجَرَاحَةٍ عَلَى السَّاقِ اِلَى دَاخِلِ الَّلحمِ اَوْ غَرَزَ فِيْهِ سِكَّيْنًا وَصَلَتْ مُحَّهُ لَمْ يُفْطِرْ لأِنَّهُ لَيْسَ بِجَوْف

“Andaikata seseorang memasukkan obat terhadap luka betisnya kedalam daging, atau menancapkan pisau pada betis tersebut sampai ke sumsum, maka hal itu tidak sampai membatalkan puasanya,karena daging itu tidak termasuk kategori rongga badan.”

2.  Menghirup

Mengonsumsi obat dengan cara menghirup tidak membatalkan puasa. Misalnya ketika seseorang yang berpuasa sedang Flu, kemudian ia menghirup Viks inhaler. Hal tersebut tidak membatalkan puasa karena yang masuk dari hidung adalah aroma, yang notabenenya bukan perkara konkret. Keterangan tersebut ada di kitab Bughyah al-Mustarsyidiin sebagai berikut:

فائدة : لا يضر وصول الريح بالشم ، وكذا من الفم كرائحة البخور أو غيره إلى الجوف وإن تعمده لأنه ليس عينا

“Tidak masalah sampainya aroma pada indra penciuman, begitu juga pada bibir seperti aroma kemenyan atau lainnya pada rongga yang tembus pencernaan. Meskipun ada unsur penyengajaan, karena hal tersebut tidak tergolong ‘ain (benda).”

3. Mengoles dan menempel

Obat seperti balsem, scabimite (obat gatal), dan kalpanax (obat panu) penggunaannya hanya di kulit luar. Maka dari itu berobat yang demikian tidak dapat membatalkan puasa.

4. Obat tetes

Obat tetes banyak macamnya, ada obat tetes mata, telinga dan hidung. Namun dari tiga macam tersebut yang tidak membatalkan puasa hanyalah obat tetes mata. Karena mata tidak termasuk lubang tubuh. Berbeda dengan telinga dan hidung, yang dapat membatalkan puasa saat kemasukan sesuatu.

Syaikh Wahba Zuhaili dalam kitab Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imam Asy Syafi’i menjelaskan:

فَا قَطْرَةُ مِنَ الأُذُنِ مُفْطِرَةٌ, لأَنَّهَا مَنْفَدٌ مَفْتُوْحٌ. وَالْقَطْرَةُ فِآ الْعَيْنِ غَيْرُ مُفْطِرَةٍ لأِنَّهُ مَنْفَدٌ غَيْرُ مَفْتُوْحٍ

“Tetesan ke dalam lubang telinga dapat membatalkan puasa, karena telinga itu termasuk lubang yang terbuka. sedangkan tetesan ke dalam mata tidak membatalkan puasa, karena mata itu lubang yang tidak terbuka”

Redaktur: A. Bisri Fanani
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Bahtsul Masail Wasith ke-10

Dalam rangka menyambut bulan Ramadhan pengurus BM Ma’had Aly An-Nur II mengadakan kegiatan Bahtsul Masail Wasith yang ke-10. Acara ini bertempat di Gedung Kantor Pusat An-Nur II Lantai III. Dan diramaikan oleh Mahasantri Ma’had Aly sendiri dan beberapa tamu undangan, Rabu, (22–3–2023).

Acara ini merupakan penutupan Bahtsul Masail Wasith di tahun ajaran 2022-2023. Pada kesempatan kali ini banyak dosen Ma’had Aly dan beberapa tamu undangan yang di antaranya menjadi Mushohih ikut meramaikan kegiatan.

Tidak hanya sekedar musyawarah yang hanya menguras pikiran saja. Akan tetapi  kegiatan ini juga mengajarkan Mahasantri untuk musyawarah dengan baik dan benar. Musyawarah yang tidak hanya mengandalkan asumsi saja tapi bersumber dari pemikiran ulama-ulama.

MC membuka acara ini dengan memaparkan rundown acara, setelah itu acara berlanjut dengan kegiatan Bahtsul Masail yang menjadi acara inti pada kesempatan kali ini. 

Merupakan suatu keniscayaan adanya jawaban yang berseberangan dalam kegiatan musyawarah ini. Setiap jawaban memiliki landasan masing-masing, hal itulah yang membuat kegiatan Bahtsul Masail menjadi seru dan menemukan jawaban yang utuh.

Sambutan-Sambutan

Setelah tuntasnya soal dalam Bahtsul Masail, MC meneruskan kegiatan dengan sambutan dari para kiai, kIai Amir selaku Mushohih Bahtsul Masail mengisi sambutan yang pertama, dalam sambutannya beliau mengatakan:

“satu hal yang perlu diperhatikan oleh santri, adalah fokus mengaji jangan sampai tercampur dengan hal-hal lain yang membuat kita sampai tidak fokus. Selain itu kita harus memahami ilmu secara utuh gak boleh setengah-setengah, jangan hanya fokus pada fikih saja, tapi fan-fan lain juga harus seimbang karena semua ilmu tersebut saling berkaitan”

Beliau merupakan teman karib KH. Nidhom Subki Dosen sekaligus Mushohih Bahtsul Masail Ma’had Aly An-Nur II.

Ust. Fathurrahman selaku perwakilan IKSAN, juga ikut andil mengisi sambutan kedua dan menyampaikan bahwa kegiatan Bahtsul Masail An-Nur II akan naik tingkat menjadi se-jawa timur :

“Kegiatan Bahtsul Masail ini insyaallah akan menjadi rangkaian acara dalam Haul KH. M. Badruddin Anwar tahun depan, dan akan naik tingkat menjadi Bahtsul Masail se-jawa timur” ujar beliau Ust. Fathurrahman.

Hingga akhirnya sampai di penghujung acara, MC menutup acara dengan doa, berharap semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan kepada hambanya yang antusias mengadakan kegiatan positif seperti Bahtsul Masail ini.

Redaktur: Samsul Arifin
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Ketentuan Niat Puasa Ramadhan

Niat merupakan ucapan di dalam hati yang harus ada di dalam ibadah. Hal ini berdasar pada hadist nabi Muhammad SAW “innamal a’maalu binniat”,  yang artinya adalah sesungguhnya segala perbuatan berdasar pada niatnya. Begitupun ibadah puasa, dalam puasa terdapat perbedaan ketentuan niat antara puasa fardhu dan sunnah.

Ketentuan Niat dalam Puasa Fardhu dan Sunnah

Dalam puasa sunnah, berniat secara global sudah mencukupi. Yakni dengan mengucapkan di dalam hati “nawaitu as-sauma”, yang artinya adalah saya berniat puasa, tanpa menyebutkan atau menentukan puasa apa yang sedang dia kerjakan di dalam niatnya.

Berbeda dengan puasa fardhu, yang mana harus menyebutkan atau menentukan puasa apa yang sedang dia kerjakan di dalam niatnya. Apabila puasa yang dia kerjakan adalah puasa Ramadhan maka harus menyebutkan kata “Ramadhan” di dalam niatnya. Seperti “Nawaitu sauma ramadoni”, yang artinya adalah saya berniat puasa Ramadhan.

Dalam niat puasa fardhu juga ada kewajiban untuk tabyit, yakni berniat di malam hari. Batasannya adalah mulai tenggelamnya matahari sampai terbitnya fajar, sederhananya adalah mulai masuknya waktu shalat maghrib sampai masuknya waktu shalat subuh. Hal ini berdasar pada hadist nabi Muhammad SAW:

‌مَنْ ‌لَمْ ‌يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ

Yang artinya adalah barangsiapa tidak berniat puasa di sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.

Berbeda dengan puasa sunah, yang mana niatnya tidak harus berada di malam hari. Batas akhir waktu niat dalam puasa sunah adalah sebelum tergelincirnya matahari ke arah barat, sederhananya adalah sebelum masuknya waktu shalat zuhur. Hal ini berdasar pada hadist nabi Muhammad SAW:

فقد دخل – صلى الله عليه وسلم – على عائشة ذات يوم فقال هل عندكم شيء؟ قالت لا قال فإني إذا أصوم قالت ودخل علي يوما آخر فقال أعندكم شيء؟ قلت نعم قال إذا أفطر وإن كنت فرضت الصوم

Di suatu pagi hari Rasulullah masuk rumah dan bertanya kepada Aisyah: “Wahai Aisyah apakah kamu punya makanan untuk sarapan?” lalu Aisyah menjawab: ”tidak punya wahai Rasulullah”. Lalu Rasulullah berkata: “kalau begitu maka saya berpuasa”. Aisyah berkata: “di hari yang lain Rasulullah masuk rumah dan bertanya kepadaku: wahai Aisyah apakah kamu punya makanan untuk sarapan?. Lalu saya menjawab: punya wahai Rasulullah. Lalu Rasulullah berkata: kalau begitu maka saya tidak berpuasa”.

Dalam riwayat lain menggunakan redaksi ghoda’, yakni sebutan untuk makanan yang di makan sebelum zuhur. 

Redaktur: Dicky Feryansah
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Bursa Efek Indonesia

Ma’had Aly An-Nur II telah mengadakan kuliah tamu bertema mengenal lebih dekat bursa efek Indonesia pada Senin 20 Maret 2023. Berlangsungnya acara tersebut berdasarkan latar belakang Mahasantri Ma’had aly yang merupakan generasi penerus bangsa.

Oleh karena itu, Penerus suatu bangsa hendaklah memahami permasalahan atau kejadian yang baru muncul serta mendesak untuk adanya hukum baru. Mahasantri Ma’had Aly mengkaji hal tersebut dalam kitab Fikih Nawazil.

Fikih Nawazil adalah ilmu yang membahas hukum syariat mengenai kejadian atau permasalahan baru yang mendesak. Penyebab adanya kejadian-kejadian tersebut adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyelewengan manusia.

Acara

Mc membuka acara tersebut pada pukul 09.45 WIS, lalu membacakan susunan acara meliputi: pembukaan, sambutan dosen, pemaparan materi serta tanya jawab, penutup dan foto bersama. 

Acara selanjutnya ialah sambutan dosen yang dipaparkan oleh ustadz Fathoni Akbar, beliau menjelaskan bahwa kaitan acara ini dengan Ma’had Aly adalah perihal ijtihad (menghukumi permasalahan baru). Lalu menyebutkan urgensi ijtihad yang meliputi: mengenalkan ke masyarakat bahwa fiqih itu fleksibel (dapat berubah), memperbarui hukum yang dulu belum ada penyikapan hukum dari para ulama.

Pemaparan materi oleh M. Nurudin, seorang guru SMA An-Nur yang telah lulus kuliah jurusan ekonomi di UM. Dalam penyampaian materi beliau dipandu oleh Iqbal Imami selaku moderator. Perlu diketahui bursa efek adalah badan hukum yang mempunyai tugas sebagai sarana dalam melaksanakan dan mengatur jalannya perdagangan efek yang ada di pasar modal. 

Para mahasantri sangat antusias dalam mendengarkan materi. Karena Beliau memberikan pengetahuan-pengetahuan mengenai pengertian pasar modal, bursa efek, serta apapun yang berhubungan dengan BEI secara terperinci. Lalu menceritakan sejarah, fungsi, istilah-istilah yang ada dan lain-lain.

Acara tersebut bertempat di kantor pondok pesantren An-Nur II lantai 3. Banyak sekali pelajaran dari materi tersebut, seperti barangsiapa yang ingin mendapatkan fasilitas lebih, maka harus memberikan pengeluaran yang lebih juga.

Saat sesi tanya jawab berlangsung, terdapat beberapa kali pertanyaan baik dari pihak dosen atau pihak Mahasantri. Di sisi lain presentator juga mampu menjawab tiap-tiap soal yang ada. Selain penjelasannya yang detail, presentator juga mampu membangun suasana dalam penyampaiannya.

Setelah sesi tanya jawab selesai, acara berakhir dengan adanya doa bersama serta foto bersama dari tiap semester.

Beliau sangat senang karena bisa menyampaikan materi ini di Ma’had Aly An-Nur II, sehingga terjadi adanya hubungan timbal balik. Berupa tindakan dari Mahasantri yang akan mengolah atau membahasnya secara hukum fikih sekaligus menambah wawasan untuk dirinya dan ustadz Nurudin.

Redaktur: M. Rafli N. R.
Penyunting: M. Ihsan Khoironi