Tips Islami Ketika Mendapati Suatu Berita

KAMPUS POJOK – Hari ini kita hidup di era informasi bisa dengan mudah tersebar ke khalayak umum. Perkembangan teknologi hari ini menimbulkan nilai positif, yakni terhubungnya semua orang dalam satu media dengan cepat dan mudah.

Dilansir dari Data Statistik, Laporan We Are Social menunjukkan, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 60,4% dari populasi di dalam negeri. 

Itu artinya, mayoritas orang Indonesia sudah mulai mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi yang ada. Tentunya, kondisi ini bisa jadi menimbulkan efek positif, juga efek negatif. Tergantung bagaimana pelakunya memanfaatkan kondisi yang ada dengan sebaik mungkin.

Bagi umat beragama, perkembangan teknologi dan informasi yang ada hari ini bukanlah semata-mata hasil usaha dan kerja keras manusia. Mereka menyadari, bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi hari ini adalah murni anugerah Tuhan, yang perlu mereka syukuri. 

Dalam usaha mensyukuri anugerah tersebut, salah satu yang bisa dilakukan adalah menggunakan teknologi dengan baik dan benar. Sebisa mungkin jangan sampai salah dalam penggunaan, bahkan berimbas hal negatif yang tentunya tidak ingin dirasakan oleh semua orang.

Namun, dalam aplikasinya, tidak jarang kita menemui sisi-sisi negatif dari perkembangan teknologi di era modern ini. Misalnya, munculnya banyak berita yang belum jelas kebenarannya. Hingga pada puncaknya, dikenal istilah “Hoax,” di mana berita tidak jelas, belum tentu benar, bahkan bohong sering seliweran di dunia maya.

Pertanyaannya, adakah solusi yang solutif, untuk meminimalisir efek negatif perkembangan teknologi di atas? Adakah Islam juga menyinggung mengenai berita-berita bohong yang sering kali ditemui di media sosial?

Di dalam buku bertajuk Fikih Media Sosial, KH. Faris Khoirul Anam memberikan beberapa tips Islami yang mungkin bisa menjawab permasalahan berita-berita bohong dan tidak jelas yang sudah disinggung di atas.

Tips Pertama

Ketika mendapati suatu berita, maka periksa terlebih dahulu, apakah berita tersebut benar atau tidak. Kita tahu sendiri, karakter berita itu sudah pasti mengandung antara dua hal, kalau tidak benar pasti salah.

Sebagai seorang yang aktif menggunakan media sosial, atau media-media online lainnya, kita sangat dianjurkan untuk selektif dalam menerima suatu berita. Anjuran ini senada dengan firman Allah sebagaimana di bawah ini,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat: 6).

Ayat di atas mendalilkan pentingnya mencari kebenaran berita yang kita dapat dari pihak lain. Hal ini sebagai langkah antisipatif dari kesalahan berita yang bisa merugikan orang lain.

Di lain hal, Nabi juga pernah mengingatkan,

“Barang siapa tergesa-gesa, maka ia akan salah.” (HR. al-Hakim).

Dalam hadis lain, beliau juga mengatakan,

“Cukup seseorang dinilai berbohong dengan mengatakan setiap hal yang ia dengar.” (HR. Imam Muslim).

Jadi, untuk tips pertama ini, pastikan berita yang kita terima itu benar. Bisa dengan mengonfirmasikan berita tersebut kepada pemberi berita atau dengan cara yang lain. Ketika terbukti berita tersebut salah, pantang bagi kita untuk menyebarkannya. 

Dalam hal ini, Nabi pernah bersabda,

“Barangsiapa diam, maka dia akan selamat.” (HR. Tirmidzi)

Tips Kedua

Ketika nantinya berita yang kita terima sudah melalui beberapa proses penyaringan, dan ternyata benar, maka kita harus mempertimbangkan poin selanjutnya. Poin ini adalah pertimbangan, apakah berita yang kita terima itu bisa memberikan manfaat kepada khalayak umum atau tidak.

Hal ini ditengarai bahwa berita benar itu tidak selamanya memberikan nilai manfaat bagi pembacanya. Terlebih, tujuan kita dalam menyampaikan suatu berita, tidak lain adalah dalam rangka Amr Ma’ruf Nahi Munkar. Untuk itu, pastikan terlebih dahulu berita yang akan kita sampaikan. Apakah mengandung manfaat atau tidak.

Ajakan ini senada dengan sabda Nabi sebagaimana di bawah ini,

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka katakanlah kebaikan atau diam.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).

Tips ketiga, ketika sudah melewati dua proses di atas, dan ternyata berita yang kita pegang itu benar lagi mengandung manfaat, maka sebarkanlah. Dua hal tersebut adalah prinsip pembuatan dan penyebaran informasi. 

Allah Swt. di dalam sebagian surah berfirman,

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).

Semoga wawasan sederhana di atas bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Terlebih, wawasan di atas kiranya bisa kita aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Di era di mana teknologi benar-benar maju dan memberikan ragam kemudahan bagi kita semua. Tentunya, kita bisa mengambil ragam manfaat dari perkembangan teknologi ini, selagi kita mengetahui dan bijak dalam menggunakannya.

Sekian! Terimakasih!

Redaktur: Moch Vicky Shahrul Hermawan
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

“Pertengkaran” Ulama Terkait Air Mutlak

KAMPUS POJOK – Dalam kajian fikih, Ulama sepakat bahwa jenis air yang suci dan dapat mensucikan benda lain, sekaligus juga tidak makruh penggunaanya adalah air mutlak. 

Air mutlak adalah air yang terbebas dari batasan atau catatan yang mengikat. Artinya jika air tersebut disebutkan, maka tidak perlu menambahkan embel-embel apapun setelahnya. Atau seandainya butuh untuk disebutkan, itu pun hanya bertujuan menjelaskan asal muasal air tersebut, seperti air sungai, air laut dan air sumur.

Berbeda dengan air yang memiliki batasan yang mengikat, seperti air kopi dan air susu. Maka untuk menyebutkan air tersebut, butuh menambahkan kata “kopi” dan “susu” setelahnya. Bahkan jika tidak ditambahkan, orang lain akan memiliki pemahaman yang berbeda dengan kita.

Dasar penetapan air mutlak sebagai air yang suci dan mensucikan adalah Surah Al-Furqan ayat 48,

“وَاَنْزَلْنا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُوْرًا”

“dan Kami turunkan dari langit air yang suci lagi mensucikan.”

Secara kebahasaan, menurut Imam Mahalli dalam kitabnya Al-Mahalli syarah dari kitab Minhaj Ath-Thalibin milik Imam Nawawi, lafaz “ma’” yang dimutlakkan diarahkan kepada air mutlak atau air yang terbebas dari batasan atau catatan yang mengikat. 

Namun dalam pemaknaan lafaz  “thohur” ,dalam Kitab Al-Hawi Al-Kabir karangan Abu Al-Hasan ‘Ali bin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Imam Mawardi, dijelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapat antar Ulama. 

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan Ats-Tsauri dan Imam Hasan, lafaz  “thohur” bermakna suci. Hal ini berdasarkan pada Surah Al-Insan ayat 16,

“وسقاهم ربهم شرابا طهورا”

pada ayat di atas, lafaz “thohur” bermakna suci dan tidak bisa memiliki arti mensucikan.

Menurut pendapat lain, lafaz “thohur” pada ayat yang pertama memiliki arti mensucikan, dan ini adalah pendapat yang kuat.  Landasan pendapat ini secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni dari sudut pandang dalil dan kebahasaan.

Sudut Pandang Dalil

Adapun dari sudut pandang dalil, pada Surah Al-Anfal ayat 11 dijelaskan Allah menurunkan air dari langit untuk digunakan bersuci. Hal ini menunjukan bahwa air memiliki sifat mensucikan, dan lafaz “thohur” pada surah Al-Furqan bermakna mensucikan.

وينزل عليكم من السماء ماء ليطهركم به

Kedua, hadis-hadis Nabi yang terdapat redaksi “thohur” di dalamnya, semuanya mengarah kepada makna mensucikan. Sebab jika diarahkan kepada makna suci, akan tidak sesuai dengan konteksnya. Salah satu contohnya adalah tatkala Nabi menyebutkan lima hal yang tidak diberikan kepada Nabi-nabi sebelumnya, di antaranya yakni,

” وجعلت لي الأرض مسجدا وترابها طهورا “

“dan dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan tanahnya dapat mensucikan.”

seandainya lafaz ”thohur” di atas tidak artikan mensucikan, melainkan dengan arti suci, maka akan menghilangkan sisi keistimewaan Nabi Muhammad. Karena pada masa Nabi-nabi sebelumnya, tanah di bumi sudah memiliki sifat suci.

Sudut Pandang Bahasa

Adapun dari segi bahasa, lafaz “thohur” adalah shighot mubalaghoh, hasil perubahan dari lafaz “thohir”. Dalam gramatika bahasa arab, shighot mubalaghoh harus memiliki perbedaan makna dengan bentuk asalnya. Perbedaan makna ini biasanya terletak pada makna tikrar (berulang kali), contohnya antara lafaz كاذب dengan lafaz كذّاب, lafaz كاذب bermakna berbohong, sedangkan كذّاب adalah sering kali berbohong. 

Namun jika antara shighot mubalaghoh dengan lafaz asalnya tidak bisa dibedakan dengan makna tikrar, maka dibedakan melalui makna lazim (intransitif) dan muta’addi (transitif), seperti antara lafaz طاهر dan طهور. Lafaz طاهر adalah lafaz lazim yang tidak membutuhkan objek, dan maknanya adalah suci. Sedangkan lafaz طهور diarahkan kepada makna nuta’addi, yakni mensucikan.

Redaktur: M. Ahsani Taqwim
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Sertijab Dan Pelantikan Pengurus Internal

Setelah minggu lalu mengadakan pemilihan ketua umum organisasi, kini saatnya melakukan sertijab pengurus DEMA dan pelantikan pengurus internal Ma’had aly An-Nur II Al-Murtadlo. Acara yang dihadiri oleh seluruh warga Ma’had Aly tersebut berlangsung di perpustakaan Ma’had Aly pada kamis, 07 September 2023.

Pada pukul 19.00 WIB, Mc membuka acara tersebut dengan bacaan surah Al-Fatihah, lalu membacakan susunan acara pada malam hari ini. Memasuki acara selanjutnya ialah menyanyikan lagu indonesia raya dan mars An-Nur.

Kemudian berlanjut dengan pembacaan surat keputusan DEMA oleh Ustaz M. Toyyibul Ardan. Mc mempersilahkan ketua lama yakni M Naufal Najib dan ketua baru yakni Farizqi Adi Guna untuk maju. Karena akan ada penyerahan jabatan secara simbolis besertaan dengan pembacaan ikrar oleh ketua lama.

Selain ada sertijab ketua DEMA, juga terdapat pelantikan pengurus internal Ma’had aly An-Nur II Al-Murtadlo, dalam hal ini adalah mahasantri semester 7. Acara berlanjut dengan pembacaan surat keputusan pengabdian mahasantri oleh ustaz Aji Saputra. Sekaligus pelantikan pengurus yang mana dalam hal ini dilaksanakan oleh ustaz M. Mansur, sekaligus foto bersama.

Tak terasa waktu semakin malam, menapaki acara terakhir adalah sambutan. Sambutan pertama disampaikan oleh ketua lama DEMA, yang mengucapkan terima kasih dan meminta maaf untuk beliau dan anggota selama berorganisasi.

Setelah sambutan dari ketua lama, kini sambutan dari ketua baru. Dalam sambutan beliau berkata: “Terima kasih kepada teman – teman yang telah memilih saya, sekarang organisasi sudah menjadi satu, dan itu bukanlah tugas yang mudah, sehingga saya meminta dukungan kepada kalian semua.” Sambutan terakhir oleh Affan Abdillah selaku ketua pengabdian mahasantri.

Redaktur: M. Rafli Nazillur R
Penyunting: M. Ikhsan Khoironi

Menjaga Kesehatan ala Nabi

KAMPUS POJOK – Menjaga kesehatan tubuh merupakan hal penting yang harus orang muslim lakukan. Hal ini selaras dengan maqolah para ahli hikmah: 

“العقل السليم في الجسم السالم”

Akal yang sehat terdapat pada badan yang sehat.

Terutama bagi para santri. Ketika kesehatan mereka terganggu, aktivitas mengaji mereka pasti akan terganggu. Apalagi makna huruf nun dari kata “santri” ketika berbahasa Arab adalah naibul ulama (penerus ulama). Maka akan lucu ketika santri yang notabene nya sebagai penerus ulama tidak bisa maksimal dalam mengambil peran sebab sakit-sakitan. 

Sebagai muslim yang taat, sudah pasti ingin hidup sesuai dengan ajaran nabinya. Sedetail apa pun itu. Dan beruntungnya, kita memiliki nabi yang memberi ajaran kepada umatnya dengan detail pula. Tak terkecuali dalam menjaga kesehatan tubuh. Berikut adalah cara menjaga kesehatan ala Nabi, mari kita simak!

Tip Menjaga Kesehatan ala Nabi

Dewasa ini mencari segala informasi sudah menjadi hal yang sangat mudah. Terlebih  sekadar informasi mengenai menjaga kesehatan tubuh. Kita bisa menemukannya dengan lengkap baik secara artikel maupun video. Namun, sangat disayangkan bukan, ketika kita berkesempatan menjaga kesehatan sekaligus mendapat  pahala karena mengikuti sunah Nabi tidak bisa kita raih sebab tidak mengetahui sunah beliau.

Salah satu cara yang nabi lakukan untuk menjaga kesehatan tubuh adalah mengatur pola makan. Nabi bersabda, 

“وعن المِقْدَامِ بن مَعْدِ يْكَرِبَ قال: سَمِعْتُ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – يقولُ: “ما ملأَ آدميٌّ وِعَاءً شرًّا مِن بَطْنٍ، بحَسْبِ ابن آدَم أُكُلاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فإنْ كانَ لا مَحالةَ، فثُلُثٌ طَعامٌ، وثُلُثٌ شرَابٌ، وثُلُثٌ لِنَفَسِهِ”

Miqdam bin Ma’dikariba mengatakan: saya mendengar Rasulullah bersabda “Tidaklah manusia mengisi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam makanan yang bisa menegakkan tulang punggungnya. Bila tidak memungkinkan, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum sepertiga untuk udara”.

Dengan menjaga pola makan, kita juga menjaga kesehatan kita. Dalam hal ini Imam Al-Ghazali menjelaskan,

“الفائدة الثامنة يستفيد من قلة الأكل صحة البدن ودفع الأمراض فإن سببها كثرة الأكل وحصول فضلة الأخلاط في المعدة والعروق”

“Faedah kedelapan dari mengurangi porsi makan adalah membuat badan menjadi sehat dan mencegah datangnya penyakit. Karena sebab datangnya penyakit adalah banyaknya makan dan kotoran yang bercampur di lambung dan pembuluh darah”

Selain menjaga kesehatan dengan mengatur pola makan, nabi Muhammad juga menjaga kesehatan dengan berolahraga. Argumen yang menyatakan bahwa Nabi gemar berolahraga didukung dengan banyaknya riwayat (meskipun lemah) yang menjelaskan bahwa Nabi memiliki postur tubuh yang kekar. Dan postur tubuh kekar hanya bisa terwujud dengan gemar berolahraga.

Adapun olahraga yang langsung Rasulullah anjurkan ialah berenang dan memanah. Beliau bersabda,

“عَلِّمُوا أَبْنَاءَكُمُ ‌السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ، وَالْمَرْأَةَ الْمِغْزَلَ”

“Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah, dan anak perempuanmu alat pintal”

Bukti Ilmiah Anjuran Rasulullah

Sesuai dengan ajaran nabi, ketika kita tidak bisa mencukupkan makan dengan makanan yang bisa menegakkan tulang punggung, maka sepertiga lambung kita isi untuk makanan, sepertiga untuk minuman, sepertiga untuk udara. Sebenarnya, apa sih khasiat dari anjuran Nabi tersebut?

Tahun 2006, Christiaan leeuwenburgh dari Institute of Aging Universitas Florida mengemukakan bahwa hanya dengan mengurangi 8% dari porsi makan yang membuat kenyang dapat menjaga rusaknya organ sebab penuaan.

Kalluri Subbarao penyandang ahli biologi molekuler menyatakan bahwa makan dengan porsi sedikit bisa saja membantu tubuh agar lebih fokus dalam membenahi diri sendiri. Sehingga kerja tubuh dalam memperbaiki DNA dan meregenerasi sel-sel yang rusak bisa lebih optimal.

Selain mengatur pola makan sesuai anjuran Nabi, ternyata dalam olahraga berenang dan memanah juga memiliki banyak khasiat. Beberapa khasiat dari olahraga berenang dan memanah adalah: jantung lebih sehat, memperkuat kerja paru-paru, tulang lebih sehat, membuat diri lebih fokus dan melatih tubuh bagian atas.

Hemat penulis, kesehatan adalah salah satu hal yang harus kita jaga. Karena, dengan menjaga kesehatan kita bisa konsisten dan fokus dalam beribadah kepada sang pencipta, Dan dengan mengikuti ajaran Nabi, kita bisa menjaga kesehatan sekaligus mendapat pahala.

Redaktur: M. Naufal Nadjib S. H.
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Sedikit Tafsir dari Wahyu Pertama

KAMPUS POJOKSurah Al-Alaq memiliki nama lain surah Iqra’. Tiada perdebatan surah ini masuk kategori surah makkiyah, surah yang turun saat Nabi Muhammad berada di Makkah. Namun, mengenai ayatnya golongan Hijaz dan Irak memiliki perbedaan. Golongan Hijaz berpendapat Al-Alaq terdiri dari 20 ayat; semetara golongan Iraq berpendapat terdiri dari 19 ayat.(Tafsir Mafatih Al-Ghaib)

Mengenai apakah ini surah yang pertama turun juga terdapat khilaf. Kebanyakan berpendapat demikian, tapi yang lain berpendapat bahwa yang pertama turun adalah surah Al-Fatihah. Terlepas dari perdebatan itu, surah Al-alaq memiliki histori tersendiri. Tentu, lewat asbabun nuzul-nya

Asbabun Nuzul

Saat itu, Muhammad sebelum diangkat menjadi nabi sedang tidur. Dalam tidurnya beliau bermimpi sesuatu seperti di pagi hari yang begitu cerah. Setelah mimpi itu beliau suka menyendiri di gua Hira. Di gua Hira itu beliau melakukan berbagai ibadah selama beberapa malam dengan membawa perbekalan yang disiapkan istrinya Sayyidah Khadijah.

Datanglah saat Malaikat Jibril diutus untuk menemui beliau. Saat itu, beliau sedang menyendiri di dekat gua Hira. Tepatnya pada malam 17 Ramadhan tahun 40 setelah peristiwa penyerbuan gajah ke Ka’bah yang gagal itu.(Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir)

Tiba-tiba datang satu sosok yang mengejutkan beliau. Sosok itu lantas berkata, “Bacalah!”

Muhammad yang tak bisa baca tulis menjawab, “Aku bukanlah orang yang bisa membaca.” Kemudian sosok itu mendekap beliau sampai beliau tak dapat bergerak. Setelah itu sosok yang kita kenal sebagai Malaikat Jibril itu mengulang perintahnya.

Sampai dipertanyaan itu diulang beberapa kali, lantas Malaikat Jibril menurunkan wahyu surah Al-Alaq ayat 1-5. Sosok itu pun pergi meninggalkan Muhammad yang sebentar lagi resmi menjadi utusan terakhir.

Nabi Bercerita Kepada Sayyidah Khadijah

Maka, Nabi Muhammad SAW kembali ke rumah dengan gemetar menemui istrinya. Beliau bilang, “Selimuti aku, selimuti aku!”

Sebagai istri yang baik Sayyidah Khadijah pun menyelimuti Nabi Muhammad dan menenangkan beliau. Setelah ketenangan masuk ke dalam diri beliau, barulah Sayyidah Khadijah bertanya, “Mengapa engkau?”

Nabi Muhammad pun menceritakan kejadian saat di gua Hira tadi dan berkata, “Sesungguhnya aku takut dengan keselamatanku.” 

“Tidak demikian, bergembiralah engkau. Demi Allah, Dia tidak akan mengecewakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang suka bersilaturahmi, benar dalam berbicara, suka menolong orang yang kesusahan, gemar menghormati tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah.”

Lalu Sayyidah Khadijah membawa Nabi Muhammad menemui sepupunya yang bernama Waraqah. Ia adalah penganut agama Nasrani murni yang dinilai bisa menerjemahkan kejadian yang dialami oleh Nabi Muhammad. Benar saja, setelah perbincangan panjang, Waraqah mengabarkan bahwa yang mendatangi beliau saat itu adalah Namus (Malaikat Jibril) yang dulu pernah mendatangi Nabi Musa AS untuk diangkat menjadi nabi. Maka, sejak saat itu beliau tahu telah diangkat sebagai utusan.

Dari kisah Malaikat Jibril memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk membaca dan mengulanginya hingga 3 kali. Rasulullah SAW pun mengatakan bahwa ia tidak bisa membaca. Tentu saja tidak mudah bagi Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Dan ini juga bukan perkara mudah bagi Rasulullah SAW dalam menerima wahyu dari Allah SWT. 

Meski begitu, Malaikat Jibril terus berusaha menuntun Nabi Muhammad SAW agar bisa mengikuti bacaan yang disampaikannya hingga benar. Hal tersebut menandakan, Allah SWT menginginkan manusia untuk tidak mudah menyerah. Selama masih bernafas, manusia tidak boleh menyerah dengan keadaan.

Kandungan Ayat 1-2

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.”

Lafadz اقْرَأْ dalam Ushul Fiqh menunjukkan perintah karena berasal dari fi’il amr. Diksi ini dalam Al-Quran dipakai untuk memerintah, sehingga saat itu malaikat Jibril mengatakan اقْرَأْ tujuannya agar Nabi Muhammad membaca sesuatu setelah itu. Sayangnya, karena beliau unniy beliau tak bisa memenuhinya.

Lafadz بِاسْمِ رَبِّكَ dengan memakai ba’ menunjuukan bahwa bacaan yang diperintah malaikat Jibril adalah basmalah atau sebelum membaca wahyu yang diturunkan itu dimulai dengan basmalah.

Penyandaran kata رَبّ dengan kaf khitab juga memiliki hikmah tersendiri. Yakni, menunjukkan bahwa tuhan yang dimaksud di sini adalah tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad saat itu, Allah SWT. Bukan tuhan yang lain seperti tuhan kaum majusi, berhala yang saat itu banyak disembah atau yang lainnya.

Lafadz الَّذِي خَلَقَ merupakan penyifatan dari رَبِّكَ yang tujuannya adalah untuk menegaskan bahwa Tuhan yang disembah Nabi Muhammad adalah benar-benar Tuhan. Maksudnya, adalah Dzat yang menciptakan makhluk semesta alam. Sehingga para ashhab beristidlal dengan ini bahwa tiada Tuhan yang boleh disembah selain Allah.

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ

“2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

Ayat ini merupakan penegasan atas ketuhanan Allah. Bahwa Allah lah yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Az-Zamakhsyari berpendapat, peletakan ‘Allah yang menciptakan manusia’ setelah perintah membaca dimaksudkan sebagai peringatan. Sejatinya manusia diciptakan untuk membaca dan mempelajari Al-Quran.(Tafsir Ruh Al-Ma’ani)

Lafadz مِنْ عَلَقٍ artinya manusia diciptakan dari segumpal darah. Dengan adanya ayat ini Al-Quran mampu menunjukkan awal mula penciptaan manusia yang nantinya dapat dibuktikan dengan ilmu kedokteran. Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna di antara makhluk yang lain.

Kandungan Ayat 3-5

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ

“3. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah.”

Di ayat ketiga ini kembali dikatakan اقْرَأْ  yang perintahnya berbeda dari yang pertama. Sebagian ulama berpendapat, اقْرَأْ  pertama adalah perintah membaca wahyu untuk diri sendiri dan yang kedua untuk disampaikan ke umat. Pendapat lain mengatakan اقْرَأْ pertama adalah perintah belajar pada jibril dan yang kedua untuk belajar sendiri.

Lafadz وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ memili maksud untuk menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang mulia dan itu sudah jelas tergambar dari gelar beliau saat itu, Al-Amin. Namun, Tuhan beliau lebih mulia dari itu dengan petunjuk diksi الْأَكْرَمُ yang merupakan shighat mubalaghah, yang dalam bahasa arab berarti lebih.

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ

“4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.”

Yang dimaksud dengan الْقَلَمِ di sini ada perbedaan pendapat. Pendapat pertama mengatakan, الْقَلَمِ merupakan kinayah dari sebuah tulisan ghaib. Pendapat kedua mengatakan, Allah mengajarkan manusia dengan الْقَلَمِ yang artinya pena. Ini menunjukkan bahwa manusia akan diberi ilmu oleh Allah dengan belajar dari sebuah tulisan yang ditulis dengan pena.

عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Ayat ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya. Untuk apa Allah mengajari dengan qalam? Karena manusia adalah orang yang tak berpengetahuan pada dasarnya. Sehingga butuh diberitahu oleh Allah agar manusia itu bisa mengerti sesuatu. Pendapat lain mengatakan, ilmu dai Allah pertama-tama diturunkan pada Nabi Muhammad lewat wahyu. Kemudian oleh beliau disebarkan pada umatnya.  

Kesimpulan

Dari sini terdapat hikmah untuk kita teladani. Yakni, bila kita ingin memiliki ilmu ingin punya pengetahuan harus ditempuh dengan belajar. Karena dengan belajar, terbuka peluang kita diberi ilmu oleh Allah. Di samping ada beberapa pengecualian orang yang diberi ilmu tanpa belajar atau disebut laduni. Namun, itu hanya sedikit. Kalau kata Ma’had Aly, “Ngaji, ngaji, ngaji!”

Redaktur: Ari Abdi Widodo
Penyunting: M. Ihsan Khoironi