Search
Close this search box.

Si Maling ”Ini Rezekiku”?

rezekimahadalyannur2

Agak bingung ketika pernah mendengar ucapan maling yang berstatus teman mengatakan “Wenak iki warek oleh rezeki tekan Tuhan”. Ketika saya tanya, ternyata apa yang maling konsumsi adalah barang hasil dia mencuri. Bingungnya adalah kalimat rezeki, ya agak aneh juga padahal itu kan hasil dari perkara haram dan kok bisa dia menstatuskannya sebagai rezeki?

Ternyata  maling ini benar ketika dia menyatakan bahwa itu adalah rezeki. Dan parahnya banyak prasangka bahwa rezeki itu suatu hal yang halal saja. Hal ini dapat terbukti pada nazam yang termaktub dalam kitab Jauhar At-Tauhid:

والرزق عند القوم ما به انتفع # وقيل لا بل ما ملك وما اتبع

فيرزق الله الحلال فاعلما #  ويرزق المكروه والمحرما

“Rezeki menurut Ahlu As-Sunnah adalah sesuatu yang diambil manfaatnya. Menurut Mu’tazilah bukan demikian, akan tetapi adalah sesuatu yang dimiliki. Jangan ikuti pendapat ini”

“Allah memberikan rezeki baik yang berstatus halal, makruh, dan haram” 

Perbedaan kedua pendapat ini, berlatar belakang dari dasar pola pikir mereka dalam menentukan status positif dan negatif. Yakni apakah keduanya itu yang menentukan syariat yang bersifat dogmatis atau yang menentukan adalah akal? 

Silang Pendapat Perihal Rezeki

Menurut Ahlu As-Sunnah yang menentukan adalah syariat. Mereka mengartikan rezeki adalah suatu manfaat yang muncul melalui sebuah tindakan. Landasan berpikir ini berdasarkan firman Allah:

وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ 

”Dan sesuatu yang kami berikan pada mereka(kaum beriman, mereka sedekahkan” (Q.S Al-Baqarah: 3)

Maka dapat disimpulkan bahwa rezeki tidak bisa diperoleh tanpa melalui tindakan. Hal ini senada dengan hadis  marfu’ riwayat Ibnu Mas’ud:

{إن روح القدس نفث في روعي : لن تموت نفس حتى تستكمل رزقها، فاتقوا الله وأجملوا في الطلب، ولا يحملن أحدكم استبطاء الرزق أن يطلبه  بمعصية الله فإن الله تعالى لا ينال ما عنده إلا بطاعته}أي أن جبريل ألقى في قلبي: لن تموت نفس….الخ

Artinya: “Sesungguhnya malaikat Jibril telah membisikkan dalam hatiku bahwa seseorang itu tidak akan mati hingga terpenuhi rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rezeki. Janganlah sampai keterlambatan rezeki itu membawa salah seorang di antara kamu untuk mencarinya dengan jalan maksiat kepada Allah. Karena sesungguhnya segala apa yang ada di sisi Allah tidak akan tercapai kecuali dengan jalan mentaatinya”

Adapun Mu’tazilah yang berpola pikir penentuan positif dan negatif adalah akal. Mereka mengartikan rezeki adalah perkara yang positif, halal adalah perkara positif, sedangkan haram adalah sesuatu yang negatif. Maka rezeki itu tidak mencakup perkara yang haram.

Mu’tazilah mengartikan rezeki adalah perkara yang bisa kita miliki. Oleh karenanya, tidak menimbang apakah kita memanfaatkannya ataupun tidak. Menurut mu’tazilah setiap dari masing-masing individu itu bisa mengambil rezeki dari lainnya

Kelemahan dari Muktazilah ini ialah kalau rezeki itu diartikan “apa yang dimiliki”, maka setiap makhluk itu tidak memiliki rezeki. Karena makhluk di bumi itu tidak memiliki apapun, sebab semuanya adalah milik Tuhan. Dengan demikian maka Allah adalah zat yang menerima rezeki dan tentulah ini adalah hal yang muhal. Sisi lain juga mengecualikan makhluk itu mempunyai rezeki.

Singkatnya, rezeki itu menurut Ahlu As-Sunnah mencakup yang haram, makruh dan halal. Karena mereka membedakan rezeki yang berarti kemanfaatan suatu objek dengan perbuatan sedangkan haram dan sebagainya hanyalah status perbuatan tersebut. Sedangkan Mu’tazilah rezeki itu apa yang kita milik dan berstatus halal. Karena rezeki itu positif sedangkan haram itu negatif, sehingga keduanya tidak bisa tercakup.

Redaktur: M. Ibrahim
Penyunting: Syachrizal Nur R. S

Tulisan Lainnya

Si Maling ”Ini Rezekiku”?

rezekimahadalyannur2

Tulisan Lainnya