Search
Close this search box.

Hari “Valentine” Dan Taruhannya

valentinemahadalyannur2

Hari “Valentine” Dan Taruhannya

Hari “Valentine” familiar sebagai hari kasih sayang. Pada hari itu, banyak yang menghabiskan waktu dengan orang tercinta, baik itu keluarga atau pasangan. Hari “Valentine”juga akrab dengan coklat. Seseorang yang memiliki pasangan lazimnya saling memberikan coklat sebagai hadiah di hari “Valentine”.

 Sebenarnya hari “Valentine” adalah peringatan kematian Saint Valentine, pendeta Romawi abad ke-3 M. tepatnya pada kepemimpinan Kaisar Romawi Claudius II. Pada saat itu Kaisar melarang kaum pria untuk menikah karena ia ingin menjadikan mereka pasukan tempur kerajaan. Namun, Saint Valentine tetap menikahkan pasangan yang mendatanginya secara diam-diam. Akhirnya, kaisar menjatuhkan hukuman mati kepadanya.  Ia mati pada 14 Februari tahun 269. Oleh karena itu, hari “Valentine” bertajuk “Hari Kasih Sayang”.

 Hampir seluruh dunia turut andil dalam merayakan hari “Valentine” termasuk negara Indonesia. Di Indonesia sendiri, hari Valentine menjadi tren seperti perayaan malam tahun baru khususnya bagi pemuda di setiap daerah. Kendati demikian, perayaan hari “Valentine” masih menjadi perdebatan setiap tahunnya, baik dari kalangan pemerintah atau masyarakat. Banyak pro-kontra mengenai kebolehan perayaan hari “Valentine”. Beberapa pemerintah daerah bahkan ada yang sudah melarangnya, seperti Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Aceh, Kabupaten Dharmasraya (Sumatera Barat), Kota Bogor , Kabupaten Bondowoso (Jawa Timur) serta Kota Mataram dan Kota Bima di Nusa Tenggara Barat.

Pro Kontra Legalitas Valentine

Mereka yang pro, menganggap hari “Valentine” memiliki dampak positif dari faktor ekonomi. Di hari “Valentine” banyak penjual bunga dan coklat yang meraih untung. Tidak hanya itu, pedagang kaki lima juga bisa mendapatkan banyak untung dengan adanya perayaan hari “Valentine”. Mereka menolak bahwa perayaan hari “Valentine merusak moral pemuda bangsa dengan dalih lebih banyak kasus asusila yang terjadi di luar hari “Valentine”. 

Namun, pendapat di atas sangat tidak relevan. Jika kita telaah lagi, hari “Valentine” tidak hanya budaya asing, tetapi juga budaya non-Islam, sehingga tidak pantas bagi kita muslim Indonesia untuk ikut merayakannya. Bagi umat islam merayakan Hari Valentine berarti menyerupai agama lain sedangkan nabi Muhammad saw. bersabda: 

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (H.R. Abu Dawud)

Kemudian mengenai dampak positif hari “Valentine” dari faktor ekonomi, benar dampak positif tersebut ada, tetapi dampak negatif yang ada lebih besar. Itu karena banyak yang salah mengartikan hari “Valentine” sehingga mereka merayakannya dengan mabuk, sex bebas, dan foya-foya dan semua itu bertentangan dengan seluruh agama yang ada di Indonesia. Merayakan hari ”Valentine” moral taruhannya. Mungkin mereka yang pro hari “Valentine” hendaknya menyosialisasikan dahulu bagaimana pemahaman yang benar tentang kasih sayang. 

Dalam Islam jika ada perkara yang dampak negatifnya lebih besar dari pada dampak positifnya, maka perkara tersebut wajib ditinggalkan. Demikian itu, karena Islam lebih menghindari kerusakan daripada mendatangkan kemaslahatan,  sebagaimana dalam Kaidah Fikih:

درء المفاسد أولى من جلب المصالح

“Mencegah bahaya lebih utama daripada mengundang  datangnya  kebaikan”

Perihal hari kasih sayang sebenarnya agama Islam sendiri juga memiliki, tetapi namanya bukan “Valentine” melainkan “‘Asyura”. Hari tersebut bertepatan pada 10 Muharram. Selain itu, hal lain yang membedakan adalah objek kasih sayangnya, jika hari “Valentine” identik dengan pasangan dan keluarga sedangkan hari “’Asyura” identik dengan anak yatim, fakir dan miskin. Bentuk kasih sayang pada hari tersebut adalah membantu orang yang membutuhkan dengan bersedekah dan lainnya. 

Redaktur: A. Bisri Fanani
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Tulisan Lainnya

Hari “Valentine” Dan Taruhannya

valentinemahadalyannur2

Tulisan Lainnya