Search
Close this search box.

Sedikit Tafsir dari Wahyu Pertama

KAMPUS POJOKSurah Al-Alaq memiliki nama lain surah Iqra’. Tiada perdebatan surah ini masuk kategori surah makkiyah, surah yang turun saat Nabi Muhammad berada di Makkah. Namun, mengenai ayatnya golongan Hijaz dan Irak memiliki perbedaan. Golongan Hijaz berpendapat Al-Alaq terdiri dari 20 ayat; semetara golongan Iraq berpendapat terdiri dari 19 ayat.(Tafsir Mafatih Al-Ghaib)

Mengenai apakah ini surah yang pertama turun juga terdapat khilaf. Kebanyakan berpendapat demikian, tapi yang lain berpendapat bahwa yang pertama turun adalah surah Al-Fatihah. Terlepas dari perdebatan itu, surah Al-alaq memiliki histori tersendiri. Tentu, lewat asbabun nuzul-nya

Asbabun Nuzul

Saat itu, Muhammad sebelum diangkat menjadi nabi sedang tidur. Dalam tidurnya beliau bermimpi sesuatu seperti di pagi hari yang begitu cerah. Setelah mimpi itu beliau suka menyendiri di gua Hira. Di gua Hira itu beliau melakukan berbagai ibadah selama beberapa malam dengan membawa perbekalan yang disiapkan istrinya Sayyidah Khadijah.

Datanglah saat Malaikat Jibril diutus untuk menemui beliau. Saat itu, beliau sedang menyendiri di dekat gua Hira. Tepatnya pada malam 17 Ramadhan tahun 40 setelah peristiwa penyerbuan gajah ke Ka’bah yang gagal itu.(Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir)

Tiba-tiba datang satu sosok yang mengejutkan beliau. Sosok itu lantas berkata, “Bacalah!”

Muhammad yang tak bisa baca tulis menjawab, “Aku bukanlah orang yang bisa membaca.” Kemudian sosok itu mendekap beliau sampai beliau tak dapat bergerak. Setelah itu sosok yang kita kenal sebagai Malaikat Jibril itu mengulang perintahnya.

Sampai dipertanyaan itu diulang beberapa kali, lantas Malaikat Jibril menurunkan wahyu surah Al-Alaq ayat 1-5. Sosok itu pun pergi meninggalkan Muhammad yang sebentar lagi resmi menjadi utusan terakhir.

Nabi Bercerita Kepada Sayyidah Khadijah

Maka, Nabi Muhammad SAW kembali ke rumah dengan gemetar menemui istrinya. Beliau bilang, “Selimuti aku, selimuti aku!”

Sebagai istri yang baik Sayyidah Khadijah pun menyelimuti Nabi Muhammad dan menenangkan beliau. Setelah ketenangan masuk ke dalam diri beliau, barulah Sayyidah Khadijah bertanya, “Mengapa engkau?”

Nabi Muhammad pun menceritakan kejadian saat di gua Hira tadi dan berkata, “Sesungguhnya aku takut dengan keselamatanku.” 

“Tidak demikian, bergembiralah engkau. Demi Allah, Dia tidak akan mengecewakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang suka bersilaturahmi, benar dalam berbicara, suka menolong orang yang kesusahan, gemar menghormati tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah.”

Lalu Sayyidah Khadijah membawa Nabi Muhammad menemui sepupunya yang bernama Waraqah. Ia adalah penganut agama Nasrani murni yang dinilai bisa menerjemahkan kejadian yang dialami oleh Nabi Muhammad. Benar saja, setelah perbincangan panjang, Waraqah mengabarkan bahwa yang mendatangi beliau saat itu adalah Namus (Malaikat Jibril) yang dulu pernah mendatangi Nabi Musa AS untuk diangkat menjadi nabi. Maka, sejak saat itu beliau tahu telah diangkat sebagai utusan.

Dari kisah Malaikat Jibril memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk membaca dan mengulanginya hingga 3 kali. Rasulullah SAW pun mengatakan bahwa ia tidak bisa membaca. Tentu saja tidak mudah bagi Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Dan ini juga bukan perkara mudah bagi Rasulullah SAW dalam menerima wahyu dari Allah SWT. 

Meski begitu, Malaikat Jibril terus berusaha menuntun Nabi Muhammad SAW agar bisa mengikuti bacaan yang disampaikannya hingga benar. Hal tersebut menandakan, Allah SWT menginginkan manusia untuk tidak mudah menyerah. Selama masih bernafas, manusia tidak boleh menyerah dengan keadaan.

Kandungan Ayat 1-2

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.”

Lafadz اقْرَأْ dalam Ushul Fiqh menunjukkan perintah karena berasal dari fi’il amr. Diksi ini dalam Al-Quran dipakai untuk memerintah, sehingga saat itu malaikat Jibril mengatakan اقْرَأْ tujuannya agar Nabi Muhammad membaca sesuatu setelah itu. Sayangnya, karena beliau unniy beliau tak bisa memenuhinya.

Lafadz بِاسْمِ رَبِّكَ dengan memakai ba’ menunjuukan bahwa bacaan yang diperintah malaikat Jibril adalah basmalah atau sebelum membaca wahyu yang diturunkan itu dimulai dengan basmalah.

Penyandaran kata رَبّ dengan kaf khitab juga memiliki hikmah tersendiri. Yakni, menunjukkan bahwa tuhan yang dimaksud di sini adalah tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad saat itu, Allah SWT. Bukan tuhan yang lain seperti tuhan kaum majusi, berhala yang saat itu banyak disembah atau yang lainnya.

Lafadz الَّذِي خَلَقَ merupakan penyifatan dari رَبِّكَ yang tujuannya adalah untuk menegaskan bahwa Tuhan yang disembah Nabi Muhammad adalah benar-benar Tuhan. Maksudnya, adalah Dzat yang menciptakan makhluk semesta alam. Sehingga para ashhab beristidlal dengan ini bahwa tiada Tuhan yang boleh disembah selain Allah.

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ

“2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

Ayat ini merupakan penegasan atas ketuhanan Allah. Bahwa Allah lah yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Az-Zamakhsyari berpendapat, peletakan ‘Allah yang menciptakan manusia’ setelah perintah membaca dimaksudkan sebagai peringatan. Sejatinya manusia diciptakan untuk membaca dan mempelajari Al-Quran.(Tafsir Ruh Al-Ma’ani)

Lafadz مِنْ عَلَقٍ artinya manusia diciptakan dari segumpal darah. Dengan adanya ayat ini Al-Quran mampu menunjukkan awal mula penciptaan manusia yang nantinya dapat dibuktikan dengan ilmu kedokteran. Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna di antara makhluk yang lain.

Kandungan Ayat 3-5

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ

“3. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah.”

Di ayat ketiga ini kembali dikatakan اقْرَأْ  yang perintahnya berbeda dari yang pertama. Sebagian ulama berpendapat, اقْرَأْ  pertama adalah perintah membaca wahyu untuk diri sendiri dan yang kedua untuk disampaikan ke umat. Pendapat lain mengatakan اقْرَأْ pertama adalah perintah belajar pada jibril dan yang kedua untuk belajar sendiri.

Lafadz وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ memili maksud untuk menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang mulia dan itu sudah jelas tergambar dari gelar beliau saat itu, Al-Amin. Namun, Tuhan beliau lebih mulia dari itu dengan petunjuk diksi الْأَكْرَمُ yang merupakan shighat mubalaghah, yang dalam bahasa arab berarti lebih.

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ

“4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.”

Yang dimaksud dengan الْقَلَمِ di sini ada perbedaan pendapat. Pendapat pertama mengatakan, الْقَلَمِ merupakan kinayah dari sebuah tulisan ghaib. Pendapat kedua mengatakan, Allah mengajarkan manusia dengan الْقَلَمِ yang artinya pena. Ini menunjukkan bahwa manusia akan diberi ilmu oleh Allah dengan belajar dari sebuah tulisan yang ditulis dengan pena.

عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Ayat ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya. Untuk apa Allah mengajari dengan qalam? Karena manusia adalah orang yang tak berpengetahuan pada dasarnya. Sehingga butuh diberitahu oleh Allah agar manusia itu bisa mengerti sesuatu. Pendapat lain mengatakan, ilmu dai Allah pertama-tama diturunkan pada Nabi Muhammad lewat wahyu. Kemudian oleh beliau disebarkan pada umatnya.  

Kesimpulan

Dari sini terdapat hikmah untuk kita teladani. Yakni, bila kita ingin memiliki ilmu ingin punya pengetahuan harus ditempuh dengan belajar. Karena dengan belajar, terbuka peluang kita diberi ilmu oleh Allah. Di samping ada beberapa pengecualian orang yang diberi ilmu tanpa belajar atau disebut laduni. Namun, itu hanya sedikit. Kalau kata Ma’had Aly, “Ngaji, ngaji, ngaji!”

Redaktur: Ari Abdi Widodo
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Tulisan Lainnya

Sedikit Tafsir dari Wahyu Pertama

Tulisan Lainnya