Search
Close this search box.

Mengenal Lebih Dekat Imam Empat

( Imam Mazhab)

Mungkin kita semua sudah tidak asing dengan imam mazhab, namun kita tidak mengerti bagaimana perjalanan-perjalanan yang dilalui oleh ulama di masa lalu sampai terbentuknya imam mazhab dalam penetapan suatu hukum Islam sampai pada masa sekarang. Setelah ini mari kita cermati biografi singkat para empat imam mazhab   

Abu Hanifah, yang bernama asli Nu’man bin Tsabit bin Zutha adalah seorang ulama besar pendiri mazhab Hanafi. Ia termasuk imam mazhab kawakan di antara tiga mazhab muktabar lainnya (Maliki, Syafi’i, dan Hanbali). Lahir di kota Kufah, Irak pada tahun 80 H bertepatan dengan tahun 699 M, dan wafat di Baghdad pada 150 H atau tahun 767 M.   Mengutip Muhammad Ali As-Sayyis dalam Tarikh Al-Fiqih Al-Islami (hal. 104), bahwa sang promotor golongan rasionalis ini, namanya masuk dalam daftar atba’ at-tabi’in (pengikut para tabiin), generasi ketiga setelah Nabi. Sebab, kabarnya ia hanya sempat semasa—walaupun tak lama—dengan empat orang sahabat; Anas bin Malik yang tinggal di Bashrah, Abdullah bin Abi Aufa di Kufah, Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi di Madinah, dan sahabat Abu Thufail Amir bin Watsilah di Makkah. Tapi sayang, tak satu pun pernah ditemuinya.
Sedangkan, dalam riwayat lain-kendati tergolong lemah-Abu Hanifah masuk dalam daftar tabiin, santrinya para sahabat Nabi. Karena menurut riwayat ini, ia pernah bertemu dengan sahabat Anas bin Malik, dan meriwayatkan satu hadis tentang kewajiban menuntut ilmu darinya. Ditambah lagi, pada tahun 96 H, Nu’man remaja pernah dibawa ayahnya menunaikan ibadah haji. Saat di Masjidil Haram, ia sempat bertemu dengan seorang sahabat bernama Abdullah bin Al-Harst bin Juzu’ Az-Zabidi, dan berhasil meriwayatkan satu hadis lagi.

Sebelum masuk ke dunia santri, putra Nu’man ini adalah seorang wiraswasta. Hari-harinya selalu di pasar, membantu sang ayah berjualan sutra. Saat di rumah, ia sibuk memikirkan bagaimana memproduksi kain-kain sutra pilihan. Karena itu, wajar dirinya dikenal sebagai ulama entrepreneur.  Tanah Kufah menjadi tempat tinggal terlama bagi Abu Hanifah. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di sana.

Setelah sekian lama menjadi wiraswasta, bahkan sampai menghabiskan separuh masa mudanya, Abu Hanifah pun akhirnya bertolak dari dunia pasar menuju dunia intelektual atas saran seorang ulama bernama As-Sya’bi. Wajar saja bila dia termasuk satu dari sekian ulama yang telat belajar. Namun, hal itu bukan persoalan besar di mata Abu Hanifah. Berkat ketekunan dan kecerdasan yang dimilikinya, mampu mengalahkan orang-orang yang belajar jauh sebelum dirinya.

 Setelah memutuskan untuk mengikuti saran As-Sya’bi, Abu Hanifah meninggalkan hiruk pikuk dunia perdagangan dan mencurahkan lebih banyak simpati kepada para ulama, ‘santri baru’ itu sudah mulai jarang tampak di pasar. Ia mulai menjauh dari kebisingan di tempat itu. Walaupun, sesekali juga menyempatkan diri menyambangi para pelanggan setia dan teman-temannya di sana.  

Tapi itu bisa dihitung jari. Dalam sepekan, mungkin sekali atau bahkan tidak sama sekali. Kesehariannya sibuk dengan mengaji, menghadiri halakah demi halakah para ulama di Kufah.   Di antara para ulama, tempat simpuh Abu Hanifah mengambil hadis adalah Imam ‘Atha’ bin Abi Rabah, Imam Nafi’ (mantan budaknya Ibnu Umar), Imam Qatadah, dan Syekh Hammad bin Abi Sulaiman (tempat mulazamah terlama, selama 18 tahun). Dari Syekh Hammad ini pula, ia belajar fikih secara mendalam dengan transmisi keilmuan yang sampai pada Rasulullah. Sebab, gurunya itu merupakan murid dari Ibrahim Al-Nakha’i dan Al-Sya’bi, yang mana keduanya adalah santri tiga ulama besar; Imam Al-Qhadli, Alqamah bin Qais dan Masruq bin Ajda’. Mereka semua belajar fikih kepada Abdullah bin Mas’ud dan Imam Ali bin Abi Thalib, gerbang keilmuan baginda Nabi. Keterangan ini ditulis oleh Muhammad Ali As-Sayyis dalam Tarikh Al-Fiqh Al-Islami (hal. 104).   Kisah warak Abu Hanifah suatu ketika, Jubarah bin Al-Mughallis bercerita tentang dirinya yang pernah mendengar Qais bin Ar-Rabi’ memuji Abu Hanifah. Qais berkata:   كان أبو حنيفة ورعا تقيا مفضلا على إخوانه   Artinya, “Abu Hanifah adalah seorang amat warak dan benar-benar taat beragama, ia juga gemar menebar kebaikan kepada sesama.”

Redaktur: Jais Holik
Penyunting: Syahrizal Nur R. S.

Tulisan Lainnya

Mengenal Lebih Dekat Imam Empat

Tulisan Lainnya