Search
Close this search box.

Adanya Kesulitan Membuat Tidak Sulit (Kaidah Ketiga)

Ada adagium yang sering kita dengar bahwasanya di setiap kesulitan pasti ada sebuah kemudahan. Hal ini sering disampaikan dan juga biasanya  ditujukan untuk orang yang sedang terkena musibah atau tertimpa kesusahan. Dalam Islam, pernyataan tersebut selaras dengan penggalan ayat dari surat Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi : يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ yang bermakna bahwa Allah SWT menghendaki sebuah kemudahan bukan sebuah kesulitan. Lalu apa bentuk dari Allah mengharapkan sebuah kemudahan?

Dalam Fikih terdapat kaidah المشقّة تجلبيب التيسير  yang bermakna “Sebuah kesulitan menarik adanya kemudahan. Maksudnya ialah syariat Islam akan memberikan sebuah keringanan bagi penganutnya dalam menjalankan tuntutan syariat Ketika mereka menemui sebuah kesulitan. Dasar dari kaidah ini ialah surat Al-Baqarah ayat 185. Dimana dalam ayat tersebut Allah SWT memperbolehkan orang yang sakit atau dalam keadaan musafir untuk membatalkan puasanya. Hal tersebut dilakukan karena Allah menghendaki adanya kemudahan bagi hambanya.

Lalu kesulitan seperti apakah yang mendapatkan dispensasi dari syariat? Ada beberapa hal yang termasuk kategori kesulitan yang menyebabkan sebuah hukum bisa diringankan seperti yang telah dipaparkan dalam kitab idhah Al-qawaid. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa setidaknya ada 7 hal yang menyebabkan seseorang bisa mendapat keringanan hukum. Namun karena keterbatasan space setidaknya penulis hanya menyebutkan tiga hal saja beserta contohnya sebagai berikut :

  • Berpergian

Berpergian atau bisa disebut Safar merupakan salah satu factor sebuah hukum syariat bisa diringankan. Namun hal ini masih ada perincian nya. Ada memang keringanan hukum berlaku hanya di Shafar Thawil yakni perjalanan yang melebihi 2 Marhalah (sekitar 83 KM) seperti kebolehan men Qasar Shalat. Dalam masalah Qasar memang adanya persyaratan harus berada dalam Safar Thawil. Ada juga yang tidak meninjau berapa jaraknya, seperti hukum kebolehan meninggalkan shalat jum’at dan kebolehan memakan bangkai hewan.

  • Sakit

Termasuk yang dikategorikan sebagai sebuah kesulitan ialah sakit. Dalam hal ini banyak sekali contohnya. Salah satu yang masyhur ialah kebolehan untuk melaksanakan Tayammum Ketika seseorang kesulitan menggunakan bersuci menggunakan air disebabkan sakit. Juga diperbolehkannya duduk dalam sholat fardhu Ketika seseorang tersebut memang dalam keadaan sakit. Dan contoh-contoh yang lain.

  • Tidak tahu tentang hukum

Hal ini merupakan salah satu alasan yang sering dilontarkan oleh para Santri untuk mengambil keringanan hukum. “Namanya juga nggak tahu” seperti itulah kira-kiranya yang akan disebutkan oleh para santri. Salah satu contoh dalam hal ini ialah dalam permasalahan Ketika ada seseorang makan dalam keadaan sholat. Sedangkan ia tidak tahu bahwa makan dapat membatalkan Sholatnya. Maka untuk permasalahan seperti ini sholat seseorang tersebut tidak dihukumi batal karena ketidaktahuan nya tentang hukum. Kesimpulanya, hukum syariat islam bisa berubah sesuai kondisi seseorang yang melaksanakan syariat tersebut. Dan tidak salah juga  jika dikatakan islam agama yang mudah. Karena nya lah seyognyanya untuk kaum muslimin untuk melaksanakan syariat islam sebisa mungkin. Selain sebagai kewajiban bagi kita juga kita melaksanakan perintah Nya sebagai bentuk terima kasih kita pada tuhan yang maha pemurah. Sekian, Wassalam.

Penulis: M. Ilham Firmansyah
Penyunting: Syachrizal Nur R. S

Tulisan Lainnya

Adanya Kesulitan Membuat Tidak Sulit (Kaidah Ketiga)

Tulisan Lainnya