Search
Close this search box.

NU dan Lain Sebagainya

satuabadnumahadalyannur2

Apa yang membekas dari sebuah peringatan? Harapan. Di peringatan 1 Abad NU ini saya berharap menjadi warga NU abangan saja. Warga NU yang sederhana dan hidup berdampingan tanpa permusuhan, alih-alih penganut paham sinkretisme. NU versi saya bukan sekedar identitas nama yang mengandung cerita saja. Perspektif jauhnya, NU merupakan representasi dari sikap bersosial. Menjadi manusia seutuhnya (red: filsafat) Bagaimana kita mengiyakan tingkah-laku orang lain tanpa mengganggu kebebasan berpikirnya. 

Abangan yang dimaksud adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim yang mempraktikkan Islam dalam versi yang lebih sinkretis bila dibandingkan dengan golongan santri yang ortodoks. Istilah ini, berasal dari diksi bahasa Jawa yang berarti merah, pengguna pertama kali ialah Clifford James Geertz, tetapi saat ini maknanya telah bergeser. Abangan cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang terkenal dengan sebutan adat daripada hukum Islam murni (syariah). Dalam sistem kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi Hindu, Budha dan animisme. Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa itu bentuk varian Islam di Indonesia.

Seratus Tahun NU

Seratus tahun NU merupakan ukuran umur yang relatif tua. Perjalanan NU adalah suatu proses perpaduan yang sangat beragam dari beberapa pemahaman kepercayaan dan aliran-aliran agama untuk mencari keserasian dan keseimbangan. Maksud dari perpaduan di atas adalah mencampur aduk sikap sosial warga yang bernilai positif. NU tak pernah mempermasalahkan tradisi. Karena warganya paham akulturasi. 

Mengingat NU adalah sikap keislaman yang berakar pada aqidah Ahlussunnah wal Jama‘ah-nya Imam Asy‘ari dan Maturidi. Teologi bercorak Asy‘arian dan Maturidian ini cenderung mengakomodasi tradisi keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat. Tradisi keagamaan yang antara lain upacara tahlilan, yasinan, kenduri, dan hadiyah doa, mendapat tempat tersendiri dalam teologi keduanya.

Sejarawan Ibnu Khaldun dalam kitabnya yang berjudul Muqaddimah menjelaskan:

أَنَّ أَحْوَالَ الْعَالَمِ وَالْأُمَمِ وَعَوَائِدَهُمْ وَنِحَلَهُمْ لَا تَدُومُ عَلىٰ وَتِيرَةٍ وَاحِدَةٍ وَمِنْهَاجٍ مُسْتَقِرٍّ.  إِنَّمَا هُوَ اخْتِلَافٌ عَلىٰ الْأَيَّامِ وَالْأَزْمِنَةِ. وَانْتِقَالٌ مِنْ حَالٍ إِلىٰ حَالٍ. وَكَمَا يَكُونُ ذٰلِكَ فِي الْأَشْخَاصِ وَالْأَوْقَاتِ وَالْأَمْصَارِ. فَكَذٰلِكَ يَقَعُ فِي الْآفَاقِ وَالْأَقْطَارِ وَالْأَزْمِنَةِ وَالدُّوَلِ سُنَّةُ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ. 

“Dinamika peradaban dunia, karakteristik warga, adat istiadat dan keyakinan mereka tidak melulu mengikuti satu model dan sistem yang itu-itu saja, melainkan selalu berbeda-beda (berubah) seiring perjalanan hari dan masa, berpindah dari satu kondisi menuju kondisi lainnya. Sebagaimana kondisi itu sepanjang waktu dirasakan oleh setiap manusia, di wilayahnya masing-masing. Inilah bentuk sunnatullah yang tak bisa di pungkiri lagi”

Sebelum NU lahir

Bahkan jauh sebelum terbitnya NU. Sekilas kita menengok nafas keislaman sejak 7 M yang lalu di tanah jawa ini. Atau bisa kita kenal dengan sebutan ‘sunan’ yang ternyata jumlahnya tidak hanya sembilan (menurut Agus Sunyoto). Evidence-nya bisa kita lihat bagaimana Islam serius sekali dalam urusan memeluk perbedaan. Masjid Menara Kudus. Sebuah masjid yang jauh dari nuansa timur tengah. Masjid yang berdiri pada tahun 1549 dengan bangga menampilkan corak kebudayaan pra-Islam seperti Jawa, Hindu, dan Budha. Masjid Gedhe Kauman yang berarsitektur khas Jawa terletak di barat Alun-Alun Utara Yogyakarta. Bangunan utama yang berbentuk tajug lambang teplok dengan atap berbentuk tiga yang mencerminkan filosofi Jawa dengan nilai-nilai Islam seperti hakekat, ma’rifat, dan syariat. Masjid ini dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1773 yang diarsitekturi langsung oleh Kyai Wiryokusumo.

Kalau mengingat wali songo, maka erat kaitanya dengan NU sebagai world citizen. Warga dunia. Warga NU adalah sekian persen dari sekian milyar populasi manusia di dunia. Maka tidak heran jika NU menjadi satu-satunya organisasi pemersatu dunia yang sangat disegani. Terbukti dengan perannya untuk melestarikan kedamaian dunia. Baik dalam urusan geopolitik internasional, ekonomi, bahkan urusan sanitasi dunia, NU punya suara yang cukup mendominasi. 

Kontribusi NU

Kesungguhan PBNU dalam menawarkan solusi perdamaian kepada seluruh umat manusia di seluruh dunia tidak main-main. Dalam mewujudkan tujuan besar itu, PBNU telah menyelenggarakan ratusan acara pendukung yang berupa halaqah tingkat ranting hingga konferensi internasional. Bahkan, gelaran Muktamar nanti sedianya akan membahas bagaimana status piagam PBB di mata umat Islam.

Karena dunia saat ini masih berhiaskan konflik yang mengatasnamakan ras dan agama. Sedangkan, organisasi internasional yang menaungi bangsa-bangsa, PBB, dengan piagam dan segala perjanjian perdamaiannya dinilai belum efektif mengikat warga dunia untuk menghindari konflik dan melestarikan perdamaian. Maka Dalam rangkaian seremoni yang bertemakan “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru” tersebut, salah satunya akan digelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban.

Terobosan yang out of the box dari NU ini patut dinanti nantikan hasilnya. Bagaimana tidak, ulama dari berbagai belahan dunia akan berkumpul untuk membahas ikatan kesepakatan bangsa-bangsa dalam PBB dan piagam PBB bagi kaum muslimin. Terlebih, selama ini kesepakatan yang telah ada dalam organisasi internasional yang menaungi hampir seluruh bangsa bangsa di dunia ini memang masih belum efisien dalam mencegah konflik yang terjadi.

Buktinya, perang berkepanjangan Palestina dan Israel hingga kini belum menemukan solusi yang mampu menyenangkan pihak yang berkonflik. Dendam masa lalu, ego, dan politik dalam negeri masing-masing negara seringkali menjadi faktor dominan yang melatarbelakangi konflik.

Di millennium yang baru, konservatisme dan fanatisme dalam beragama sempat booming di seluruh dunia. Terpilihnya pemimpin dunia dari partai-partai yang memiliki ideologi kanan menjadi penanda bahwa dunia sedang menginginkan penguatan identitas bangsanya. Kebijakan Brexit atau keluarnya UK dari Uni Eropa, dan islamophobia yang terjadi di berbagai negara hanya sedikit dari banyaknya gejala yang terjadi. Kebijakan luar negeri bagi bangsa-bangsa pun mulai bergeser ke pemenuhan kepentingan bangsanya masing-masing, alih-alih bersekutu dengan bangsa lain dan saling berkomitmen untuk kepentingan bersama.

Ulama NU

Sedangkan, umat Islam yang berada di berbagai belahan dunia seringkali menjadi objek atas segala kekacauan yang terjadi. Tuduhan bahwa umat memiliki prinsip eksklusivitas menjadi salah satu penghalang kehidupan bermasyarakat yang harmonis bagi warga dunia. Selain itu, perbedaan pendapat di kalangan umat Islam seperti yang selama ini terjadi menjadi tantangan yang harus mendapat penanganan secara intens.

Seperti yang telah kita ketahui, dalam internal kaum muslimin sendiri terdapat perbedaan-perbedaan pendapat yang dapat memicu konflik. Perbedaan teologi, politik serta tata cara beribadah saja selama ini menjadi salah satu faktor perselisihan yang berujung pada kekerasan fisik dan non fisik. Maka, harapan besar dengan kehadiran para ulama salah satunya ialah mencari solusi yang tepat untuk mewujudkan damai dalam tubuh umat Islam sendiri sementara memahami perbedaan. Jika tidak, bisa saja integritas umat Islam untuk mendamaikan dunia akan menjadi pertanyaan yang tidak ada jawabannya.

Jika dalam skala kecil para santri berdebat, sekarang NU berinisiasi mengundang para pakar Islam dunia untuk menyimpulkan langkah terbaik yang dapat ditempuh umat Islam. Walhasil, pembahasan status konsensus PBB di mata umat Islam akan menentukan arah peradaban dunia secara umum. Akankah umat merasa terpaksa untuk akur dengan kesepakatan bangsa-bangsa, atau, jika tidak, dapatkah alternatif lain menjadi pijakan dasar kaum muslimin untuk melestarikan perdamaian di muka bumi?

Langkah serius NU untuk menghadirkan solusi atas konflik yang terjadi di dunia harus berdukungkan ide dan masukan. Sehingga diharapkan umat Islam akan menyambutnya dengan suka cita. Selamat berulang tahun ke satu abad, NU-ku dan mu.

Redaktur:  Mohammad Iqbal Imami
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Referensi: 

Muchtarom, Zaini. 1988. Santri dan Abangan di Jawa. Jakarta: Inis. 

Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Ichtiar Baru van Hoeve, PT. (1993). Ensiklopedi Islam (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. ISBN 9798276612. OCLC 30076493

Tulisan Lainnya

NU dan Lain Sebagainya

satuabadnumahadalyannur2

Tulisan Lainnya