Search
Close this search box.

Antara Nabi Musa dan Nabi Muhammad Saat Bertemu Allah

bukittursina2

Bulan Rajab menyimpan satu peristiwa yang cukup menarik untuk kita ulas. Peristiwa ini mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Kita juga sering merayakan peristiwa tersebut. Cerita apa itu kira-kira? Ada yang tahu?

Nah, peristiwa apalagi kalau bukan perihal peristiwa Isra’ Mi’raj. Salah satu mukjizat Nabi Muhammad yang sempat membuat masyarakat sekitar tidak percaya atas apa yang telah beliau alami. Peristiwa yang hingga kini masih aktif diperingati oleh masyarakat muslim sedunia. Terlebih, peristiwa tersebut resmi menjadi hari Nasional, yang berimbas pada liburnya sebagian kegiatan masyarakat

Namun, pada tulisan kali ini, kita tidak akan membahas secara muluk-muluk perihal peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut. Kita hanya akan menilik satu cerita yang berhubungan dengan peristiwa tersebut. Jelas, ya?

Sebelumnya, penulis menukil satu ayat yang membahas perihal peristiwa Isra’ Mi’raj. Tepatnya ayat pertama dari surah Al-Isra’,

سُبحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسرَىٰ بِعَبدِهِۦ لَيلا مِّنَ ٱلمَسجِدِ ٱلحَرَامِ إِلَى ٱلمَسجِدِ ٱلأَقصَا ٱلَّذِي بَٰرَكنَا حَولَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِن ءَايَٰتِنَآ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١

Ayat di atas seringkali dinukil oleh sebagian penceramah yang biasanya “laku laris” di saat momen bulan Rajab tiba. Oleh karena itu, kiranya di sini penulis tidak mencantumkan terjemah ayat di atas, karena kemasyhurannya di telinga kita. 

Sejarah Masjid Al-Aqsa

Imam Ali Shabuni, pengarang kitab Tafsir As-Shofwah At-Tafasir, memahami kenapa masjid yang berada di Yerusalem mendapat julukan sebagai Masjid Al-Aqsa. Satu alasan pasti, karena jarak antara kota Mekah dengan kota Yerusalem sangatlah jauh. Secara bahasa, kata Al-Aqsa sendiri berarti “paling jauh.” Jadi, memang dari kota Mekah, masjid tersebut terlihat sangat jauh. Masjid al-Aqsa juga terkenal dengan sebutan Baitul Maqdis. Dengan jarak sejauh itu, Nabi bersama malaikat Jibril yang berkendaraan Burak, bisa berjalan cepat tanpa membuang usaha yang ekstra. 

Oleh karena itu, tampak jelas korelasi antara teks pembukaan ayat tersebut, yakni berupa pujian kepada Allah, berlanjut dengan peristiwa di luar nalar yang terjadi kepadaNabi. Itu semua tidak lain kecuali karena kekuasaan Allah Swt. 

Singkat cerita, ketika Nabi dan malaikat sudah mencapai Sidratul Muntaha, sempat terjadi dialog antara Nabi dan malaikat Jibril. 

“Wahai Nabi, saya ndak kuat. Ruh saya tidak mampu menembus maqam selanjutnya untuk bisa bertemu langsung dengan Allah.” Tutur malaikat Jibril kepada Nabi.

“Apakah engkau akan meninggalkan Saya sendiri, wahai Jibril? Temani Saya untuk melanjutkan perjalanan ini!” Nabi masih ingin bersama malaikat Jibril untuk menyelesaikan perjalanan tersebut.  

Ketika malaikat Jibril memaksa untuk melangkah lagi bersama Nabi, seketika itu ruh Jibril menyusut, mengecil menjadi seukuran burung pipit. Jelas, tempat tersebut bukan maqom (kedudukan) yang seharusnya dilalui oleh siapapun kecuali Nabi dan Allah. Akhirnya terpaksa, Nabi meneruskan perjalanan tersebut sendiri. Sebelum melanjutkan perjalanan, Jibril sempat meminta untuk disampaikan salamnya kepada Allah Swt.

Ketika Nabi bertemu dengan Allah Swt, saling sapa salam pun terjadi. Setelah itu, Allah memerintahkan umat Nabi untuk melaksanakan salat sebanyak lima puluh waktu dalam sehari semalam. Sempat terjadi negosiasi yang dilakukan Nabi. Akhirnya, kewajiban yang dibebankan oleh Allah hanya lima waktu saja dalam sehari semalam.  

Pertemuan Nabi Musa dengan Allah

Selain cerita perihal peristiwa Isra’ Mi’raj, yakni pertemuan antara Nabi Muhammad dan Allah Swt, ada juga satu cerita yang sempat diabadikan oleh Allah di dalam ayat suci al-Quran. Ada yang tahu, cerita apa yang akan penulis nukil pada catatan kali ini? Nah, jawabannya sudah bisa ditebak dengan membaca judul tulisan ini.

Cerita mengenai Nabi Musa yang pernah meminta untuk bertemu dengan Allah. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai cerita tersebut, kita bisa menilik satu ayat al-Quran, tepatnya surah al-A’raf ayat 143 sebagai berikut,

وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِيٓ أَنظُر إِلَيكَ قَالَ لَن تَرَىٰنِي وَلَٰكِنِ ٱنظُر إِلَى ٱلجَبَلِ فَإِنِ ٱستَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوفَ تَرَىٰنِي فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكّا وَخَرَّ مُوسَىٰ ‌صَعِقا فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبحَٰنَكَ تُبتُ إِلَيكَ وَأَنَا أَوَّلُ ٱلمُؤمِنِينَ ١٤٣

Ayat di atas bercerita mengenai permintaan Nabi Musa untuk bisa melihat Allah. Allah pun menegaskan bahwa Nabi Musa tidak akan mampu untuk melihat-Nya. Namun, karena Nabi Musa masih ngeyel, akhirnya Allah memerintah Nabi Musa untuk melihat ke arah gunung. Allah memberikan arahan kepada Nabi Musa, yakni ketika gunung tersebut masih berdiri tegak di saat Allah mulai menampakkan diri-Nya, maka Nabi Musa bisa dipastikan akan segera melihat-Nya. Namun apa yang terjadi? 

Ketika Allah mulai menampakkan Cahaya-Nya, seketika gunung yang berukuran besar tersebut hancur luluh menjadi debu. Gunung tersebut tidak mampu melihat kebesaran Allah. Nabi Musa pun terlihat pingsan setelah melihat hancurnya gunung tersebut. Ketika beliau sadar, akhirnya beliau bertaubat kepada Allah dan meyakini akan kebesaran-Nya.

Kesimpulan

Dari sini ada sebuah kesimpulan yang cukup menarik dari sebagian ulama. Keterangan dari Imam Hafni, dari kitab Futuhatul Wahab, menjelaskan perihal kondisi ketika Nabi Muhammad dan Nabi Musa bertemu dengan Allah. Ketika Nabi Muhammad bertemu dengan Allah, tidak ada satu kesulitan pun yang dialami oleh Nabi. Jibril, yang statusnya adalah malaikat, tidak mampu bertemu dengan Allah secara langsung. Sedang Nabi Muhammad, sebagai sosok manusia, mampu bertemu secara langsung dengan Allah Swt.

Sedang dalam konteks pertemuan antara Nabi Musa dan Allah, Nabi Musa pun sebenarnya belum bertemu dengan Allah secara langsung. Ketika Allah mulai menampakkan, Nabi Musa pun langsung pingsan karena tidak mampu menampung daya kekuasaan Allah yang begitu besarnya. 

Kenapa keduanya berbeda? Kenapa Nabi Muhammad bisa sedang Nabi Musa tidak bisa? Satu alasan pasti yang diutarakan oleh para ulama adalah, karena pertemuan antara Nabi Muhammad dan Allah adalah pertemuan yang diinginkan oleh Allah. Yang ingin itu Allah. Sedang dalam konteks pertemuan Nabi Musa dan Allah, yang ingin itu Nabi Musa, bukan Allah. Maka dari itu, Nabi Muhammad mampu secara langsung bertemu dengan Allah Swt. 

Disarikan dari kitab:

* Tafsir As-Shofwah At-Tafasir karangan Imam Ali Shabuni

* Hasyiah Tarmasi  karangan Imam Mahfud Tarmasi 

Redaktur: Moch Vicky Shahrul Hermawan
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Tulisan Lainnya

Antara Nabi Musa dan Nabi Muhammad Saat Bertemu Allah

bukittursina2

Tulisan Lainnya