Search
Close this search box.

Gaya Imam An-Nawawi ketika Menulis Kitab Hadis

imam nawawi

Salah satu kitab gubahan Imam An-Nawawi yang paling terkenal adalah kitab bertajuk Al-Arbain An-Nawawiyah. Kitab ini berisi kurang lebih empat puluh hadits pilihan. Beliau menegaskan, kitab ini sangat perlu untuk ditelaah dan dijadikan pedoman bagi umat Islam. Penegasan tersebut memang benar adanya. Ini bisa kita buktikan dengan menelaah kitab tersebut secara serius.

Kitab karangan Imam An-Nawawi ini diawali dengan kata sambutan langsung dari beliau. Cukup sederhana, namun ada sekian pernyataan yang maknanya sangat dalam. 

Karangan Beliau Pantas Dibaca

Kita bisa mengambil satu pernyataan beliau, yang menegaskan bahwa kitab ini memang perlu ditelaah. Tentunya dengan mencuplik teks asli kitab sebagaimana di bawah ini,

وَقَدْ رَأَيْتُ جَمْعَ أَرْبَعِينَ أَهَمَّ مِنْ هَذَا كُلِّهِ؛ وَهِيَ أَرْبَعُونَ حَدِيثًا مُشْتَمِلَةً عَلَى جَمِيعِ ذَلِكَ،

“Menurut Saya, empat puluh hadis yang Saya kumpulkan lebih unggul daripada kumpulan hadis karya Imam-imam terdahulu. Dengan alasan, kumpulan hadits Saya bisa mencakup apa yang sudah mereka kumpulkan selama ini.

Dengan percaya diri, beliau meneruskan,

وَكُلُّ حَدِيثٍ مِنْهَا قَاعِدَةٌ عَظِيمَةٌ مِنْ قَوَاعِدِ الدِّينِ، وَقَدْ وَصَفَهُ الْعُلَمَاءُ بأَنَّ مَدَارَ الإِسْلَامِ عَلَيْهِ أَوْ هُوَ نِصْفُ الإِسْلَامِ أَوْ ثُلُثُهُ أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ.

“Bahkan, satu hadis yang ada di dalam kitab Saya bisa dibilang sebagai kaidah utama dalam memahami nilai agama Islam secara keseluruhan.”

Di atas adalah pernyataan langsung dari beliau. Apakah pernyataan tersebut bisa langsung kita terima? Mungkin bisa. Mungkin. Untuk itu, perlu kiranya kita menilik satu contoh hadis yang berasal dari karya beliau. Hadis tersebut sebagaimana di bawah ini,

عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ يَقُولُ: “إِنَّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ آمْرِئٍ مَا نَوَي، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَن كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ أمْرَأة يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ”

Hemat penulis, hadis di atas sudah sering kita dengar. Terlebih, mengenai keumuman terjemahan hadist di atas. Untuk itu, di sini, penulis tidak perlu mencantumkan terjemahan. Di lain sisi, penerjemahann juga membutuhkan kalimat yang panjang.

Namun, maksud penulis adalah hendak membuktikan, satu hadis yang dicuplik Imam An-Nawawi benar-benar menjadi salah satu kaidah utama dalam memahami nilai agama Islam. Untuk itu, kiranya kita melihat beberapa pernyataan ulama seputar hadits urgensi niat di atas. 

Hadits Pilihan Berbobot

Di dalam kitab Asbah wa Nadhair, Imam Suyuthi mencuplik keterangan beberapa ulama sebagaimana di bawah ini, 

قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: لَيْسَ فِي أَخْبَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْء أَجْمَعَ وَأَغْنَى وَأَكْثَرَ فَائِدَةً مِنْهُ

”Imam Abu Ubaidah mengatakan bahwa hadis seputar urgensi niat di atas bisa mengumpulkan sekian banyak faedah yang tidak bisa ditemukan di hadis yang lain.”

وَاتَّفَقَ الْإِمَام الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَابْنُ مَهْدِيٍّ، وَابْنُ الْمَدِينِيِّ، وَأَبُو دَاوُد، وَالدَّارَقُطْنِيّ وَغَيْرُهُمْ عَلَى أَنَّهُ ثُلُث الْعِلْم

”Imam Syafii, Ahmad, Ibnu Mahdi, Ibnu Madini, Abu Dawud, Daruquthni dan imam-imam lainnya sepakat bahwa hadis perihal urgensi niat di atas bisa mencakup sepertiga ilmu.”

Bagaimana memahami pernyataan Imam Syafi’i di atas? Kita bisa menilik keterangan Imam Al-Baihaqi sebagaimana di bawah ini,

وَوَجَّهَ الْبَيْهَقِيُّ كَوْنه ثُلُث الْعِلْم: بِأَنَّ كَسْب الْعَبْد يَقَع بِقَلْبِهِ وَلِسَانه وَجَوَارِحه، فَالنِّيَّة أَحَد أَقْسَامهَا الثَّلَاثَة

”Pekerjaan seseorang adakalanya melalui hati, lisan dan anggota badan lainnya. Sedang niat tempatnya di dalam hati. Oleh karena itu, niat adalah sepertiga dari tiga komponen sebelumnya.”

Ada ulama lain yang juga ikut nimbrung dalam masalah ini. Salah satunya bisa kita lihat melalui pernyataan di bawah ini,

لِأَنَّهَا قَدْ تَكُون عِبَادَة مُسْتَقِلَّة، وَغَيْرهَا يَحْتَاج إلَيْهَا

”Karena niat terkadang berstatus ibadah itu sendiri. Pekerjaan selain niat, sudah barang tentu membutuhkan niat.”

Contoh

Kita bisa mencontohkan secara sederhana. Shalat, ibadah yang diwajibkan oleh syariat untuk dilaksanakan. Secara praktek, shalat tidak akan berpredikat sah ketika tidak ada niat. Oleh karena itu, peran niat, dalam hal sangat penting.  

Sedang maksud Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan bahwa hadis di atas termasuk sepertiga ilmu adalah sebagaimana di bawah ini,

وَكَلَام الْإِمَام أَحْمَدَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ أَرَادَ بِكَوْنِهِ ثُلُث الْعِلْم، أَنَّهُ أَحَد الْقَوَاعِد الثَّلَاث الَّتِي تُرَدّ إلَيْهَا جَمِيع الْأَحْكَام عِنْده فَإِنَّهُ قَالَ: أُصُول الْإِسْلَام عَلَى ثَلَاثَة أَحَادِيث: حَدِيث (الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ) وَحَدِيث (مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌ) وَحَدِيث (الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ)

Inti dari penjelasan Imam Ahmad bin Hanbal di atas, hadis perihal urgensi niat menjadi salah satu kaidah utama, di mana semua hukum agama Islam merujuk kepada hadis di atas. Karena kalau kita ketahui, kegiatan seseorang itu terbagi menjadi dua. Pertama yang termasuk kategori ibadah. Kedua, hubungannya erat dengan sesama manusia. 

Kalau kita tilik di pembahasan Fikih, niat memiliki peran yang sangat urgen. Semua ibadah, semisal shalat, puasa, haji, dan lainnya, harus didahului oleh niat. Alasan mendasarnya, salah satu fungsi niat adalah membedakan sesuatu yang berstatus ibadah dan bukan. Misalnya, mandi bisa berstatus ibadah atau hanya sekedar kegiatan yang biasa dilakukan seseorang dengan adanya niat. Demikianlah penjelasan sebagian ulama perihal hadits niat.

Hasil Akhir Argumen

Dari sini, kiranya cukup bagi kita untuk mengakui pernyataan Imam An-Nawawi di atas, bahwa hadis yang beliau kumpulkan benar-benar perlu untuk ditelaah dan dibuat pedoman bagi umat Islam adalah benar adanya. Hadis-hadis yang beliau kumpulkan menjadi salah satu kaidah utama dalam memahami nilai agama Islam.

Hal ini ditambah, sumber rujukan yang digunakan Imam An-Nawawi di dalam menulis kitab bertajuk Al-Arbain An-Nawawiyah sangat bisa dipertanggungjawabkan. Sumber rujukan tersebut adalah kitab Shahih Bukhari (yang menurut sebagian ulama menjadi kitab paling akurat setelah al-Quran) dan kitab Shahih Muslim. Kedua kitab ini dianggap yang paling komprehensif dan kredibel dibanding kitab-kitab hadits lainnya.

Pernyataan di atas bisa kita lihat, salah satunya dengan melihat penjelasan Imam An-Nawawi di bawah ini,

ثُمَّ أَلْتَزِمُ فِي هَذَهِ الأَرْبَعِينَ أَنْ تَكُونَ صَحِيحَةً وَمُعْظَمُهَا فِي صَحِيحَي الْبُخَارِي وَمُسْلِم

”Mayoritas sumber rujukan kumpulan hadis ini (karangan Saya) adalah kitab Shahih Bukhari dan Muslim.”

Sekali lagi, hal di atas sudah cukup untuk meyakinkan kita bahwa kitab Al-Arbain An-Nawawiyah sangat layak untuk kita pelajari. 

Kurang Belum Tentu Negatif

Setelah menegaskan keunggulan kitab, Imam An-Nawawi menuliskan pernyataan di bawah ini,

وَأَذْكُرُهَا مَحْذُوفَةَ الأَسَانِيدِ؛ لِيَسْهُلَ حِفْظُهَا وَيَعُمَّ الانْتِفَاعُ بِهَا إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَىَ

”Saya menuliskan hadis dengan membuang beberapa tali temali (sanad) hadis tersebut. alasannya sederhana, supaya mudah dalam proses menghafal dan bisa memberikan banyak kemanfaatan bagi umat Islam.”

Jadi, beliau sangat menyadari bahwa kian berjalannya waktu, kualitas hafalan umat Islam melemah. Oleh karena itu, dalam menulis kitab kumpulan hadis tersebut, Imam An-Nawawi membuang sanad perawi hadis, mempersingkat dengan menulis matan dan hanya beberapa perawi hadisnya saja. Sebuah keputusan yang hemat penulis, sangatlah bijak.

Kesimpulan

Usaha beliau di atas adalah dalam rangka meneruskan nilai-nilai ajaran agama Islam. Untuk itu, sebagai pelajar yang hidup di zaman modern ini, kiranya kita senantiasa bersemangat dalam mengkaji kitab karangan beliau ini. Terlebih kitab-kitab karangan ulama lainnya. Sehingga, harapan beliau, bahkan ulama lainnya, umat Islam bisa memetik manfaat yang besar, untuk kebahagiaan hidup di dunia, bahkan nanti ketika sudah di akhirat. Sekian!

Redaktur: Moch. Vicky S. H.
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Tulisan Lainnya

Gaya Imam An-Nawawi ketika Menulis Kitab Hadis

imam nawawi

Tulisan Lainnya