Ketika mendengar kata iblis, kita pasti tertuju pada makhluk yang terbuat dari api, membangkang dan buruk. Ia terusir dari surga lantaran tidak menaati perintah Allah SWT.

Sebenarnya iblis adalah makhluk yang ahli ibadah. Menurut Imam Al-Ghazali, ia memiliki gelar al-‘abid (ahli ibadah). Sebab itu penghuni surga sangat menghormatinya. Ibadah dan ketaatan membuatnya terlihat unggul, sehingga ia menjadi sombong dan merasa sangat mulia.

Atsa kesombongan tersebut, iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam as. Ia menganggap dirinya tidak pantas melakukan hal itu dengan dalih bahwa ia tercipta dari api sedangkan Nabi Adam as. dari tanah. Azazil menggunakan analogi yang rasional untuk melawan perintah Allah SWT. Menurutnya perintah sujud kepada Nabi Adam tidaklah adil. Sebagaimana dalam Al-Qur’an;

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسۡجُدَ إِذۡ أَمَرۡتُكَۖ قَالَ أَنَا۠ خَيۡرٞ مِّنۡهُ خَلَقۡتَنِي مِن نَّارٖ وَخَلَقۡتَهُۥ مِن طِينٖ

Artinya: “Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Iblis menjawab: ‘Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan  dia Engkau ciptakan dari tanah’.” (QS: Al-A’raf: 12).

Berbeda dengan para malaikat, mereka semua langsung bersujud kepada Nabi Adam as. tanpa protes sedikitpun. Namun kendati protes yang dilakukan iblis merupakan kesalahan, ada sisi lain yang perlu kita tiru. Yaitu kekritisannya.

Pada saat ini kritis dalam berfikir sangat penting. Semisal ada peraturan pemerintah yang tidak logis. Apakah kita akan meniru sikap malaikat yang hanya menerima begitu saja? Tentu  saja tidak. Sikap iblis harus kita keluarkan agar tidak mudah tertipu. Maka bersikap seperti iblis terkadang harus diterapkan pada waktu tertentu. Jangan bersikap seperti malaikat terus. Jika tidak demikian, lalu bagaimana kalau kita mendapat perintah yang tidak logis?

Redaktur: Fariski Adi Guna
Penyunting: A. Bisri Fanani