Search
Close this search box.

Transaksi Jual Beli Follower, Legalkah Dalam Syariat?

ju

KAMPUS POJOK – Dewasa ini, di era yang serba digital. Banyak sekali bermunculan model transaksi yang tidak ditemukan di era sebelumnya. Mulai dari munculnya jual beli pulsa hingga maraknya transaksi online. Memang perubahan adalah sebuah keniscayaan, sehingga syariat yang sifatnya pakem dituntut untuk menyesuaikan keadaan zaman.

Dan itulah salah satu tantangan terbesar bagi para Mujtahid era modern untuk mengkontekstualkan hukum fikih pada zaman sekarang. Maka dari situlah juga munculnya ilmu Fikih Nawazil untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi saat ini tanpa keluar dari jalur yang sudah ditetapkan oleh syariat.

Salah satu yang termasuk dari permasalahan Nawazil ialah pembahasan jual beli follower. Zaman dahulu jelas tidak ada media elektronik apalagi media sosial seperti masa kini. Lalu, kalau kita tinjau dari kacamata hukum fikih, bagaimana sebenarnya hukum jual beli follower itu?

Sebelum kita menghukumi sesuatu, hal pertama yang perlu dilakukan ialah memahami objek dari hukum tersebut. Dalam kasus ini yang menjadi objek hukum ialah Follower. Sebenarnya apa itu Follower

Dikutip dari laman Sirclo.com Followwer atau yang dalam bahasa indonesia berarti pengikut ialah pengguna media sosial yang memilih untuk berinteraksi dengan akun medsos kalian. Pengikut tersebut dapat meninggalkan like atau memberikan komentar terhadap postingan medsosmu. Istilah lain dari Follower ialah Subscriber. Untuk yang terakhir ini dipakai dalam media sosial Youtube. Setelah kita memahami objek hukumnya, kita akan menghukuminya.

Secara dasar, dalam konsep jual beli terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi dalam akad tersebut. Dalam setiap rukun tersebut pula terdapat syarat yang harus dipenuhi. Dan untuk masalah ini fokus kita terdapat pada rukun Mabi’ atau barang yang dijual. dan secara umum, syarat dari barang yang boleh diperjualbelikan ialah apa yang dianggap sebagai harta.kalau kita mengikuti syarat barang yang dijual (Mabi’) dalam  Madzhab Syafi’i, jelas transaksi seperti ini tidak diperkenankan, disebabkan dalam Madzhab syafi’i, suatu hal bisa dianggap harta ketika itu berupa materi (‘Ain) saja.

Lain halnya dengan tiga madzhab selain Syafi’i, yakni maliki hanafi dan hanbali, mereka mendefinisikan harta tidak hanya terbatas pada suatu hal yang bersifat materialistik saja, namun harta juga bisa berupa manfaat. Nah dalam klasifikasi ini saja sudah jelas kalau kita mengikuti madzhab Syafi’i, model transaksi ini tidak diperbolehkan. Karena jelas Follower itu tidak bersifat materi. Lalu bagaimana kalau kita mengikuti madzhab lain selain Syafi’i?

Kalau kita memahami lebih dalam lagi, sebenarnya follower bisa diperjualbelikan atau dijadikan sebagai bahan berjualan disebabkan memiliki manfaat berupa menambah reputasi kepada pemilik akun. Jadi simpelnya Follower ini diperjualbelikan karena memiliki manfaat berupa menaikkan reputasi. Nah dalam tiga madzhab ini ternyata ada pembahasan masalah Jah yang disitu bisa dimaknai sebagai reputasi. Dan ini termasuk dari harta berupa manfaat. Sebagai harta manfaat, Jah ini dapat ditransaksikan dengan model jual beli atau disewakan. Dan hal ini juga dapat bernilai.

Kesimpulannya, menurut madzhab Syafi’i jual beli Follower dianggap tidak sah sebab hal ini tidak memenuhi syarat dari salah satu rukun jual beli yakni barang yang diperjualbelikan. Karena madzhab syafi’i hanya menganggap harta sebagai sesuatu yang materialis. Sedangkan, untuk madzhab lain selain Syafi’i menyatakan bahwasanya hukum jual beli Follower dianggap sah karena masih mereka menganggap harta tidak hanya sesuatu yang materialis saja, tapi juga berupa manfaat. Syukron.

Redaktur: M.Ilham Firmansyah
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

#semangatliterasi

Tulisan Lainnya

Transaksi Jual Beli Follower, Legalkah Dalam Syariat?

ju

Tulisan Lainnya