Search
Close this search box.

Pendapat Ulama’ Terkait Penggabungan Puasa Fardhu dan Sunnah

penggabunganniatpuasamahadaly

Beberapa dari kita mungkin pernah menggabungkan dua puasa, yakni puasa fardhu dan puasa sunnah. Hal ini bertujuan supaya dengan hanya puasa satu hari kita mendapatkan pahala dua puasa sekaligus. Jadi, di samping menggugurkan sebuah kewajiban kita juga mendapatkan bonus, yakni berupa pahala dari puasa sunnah tersebut. Namun, sebagian dari kita mungkin belum mengetahui hukumnya menggabungkan dua puasa, apakah memang diperbolehkan, atau tidak?. Sekarang mari kita lihat, bagaimana pendapat para ulama’ terdahulu terkait peristiwa menggabungkan dua puasa?.

Dalam kitab Fath Al-mu’in dijelaskan, bahwasannya terkait dengan hukum menggabungkan puasa fardhu dan puasa sunnah muakkad itu terdapat perbedaan pendapat. Salah satu dari puasa sunnah muakad adalah puasa di hari Arafah. Apabila terdapat seseorang berpuasa qadha’ ramadhan di hari arafah maka terdapat tiga pendapat yang berbeda. Apakah dua puasa tersebut dianggap sehingga mendapatkan pahala dobel, ataukah tidak?.

Silang Pendapat Mengenai Penggabungan Puasa Fardhu dan Sunnah

Golongan ulama’ mutaakhirin berpendapat, bahwasannya dua puasa tersebut dianggap dan orang tersebut mendapatkan pahala dobel, yakni pahala puasa qadha’ ramadhan dan pahala puasa sunnah di hari arafah. Menurut pendapat ini, tidak ada bedanya antara orang tersebut hanya meniati puasa fardhunya saja ataupun meniati kedua-duanya.

Berbeda dengan Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dan Syaikh Zakariya Al-Anshori, beliau berdua berpendapat, bahwasanya dua puasa tersebut baru bisa dianggap sehingga orang tersebut mendapatkan pahala dobel apabila kedua-duanya diniati. Ketika yang diniati hanya puasa fardhunya saja maka yang dianggap hanya puasa fardhunya saja, dan puasa sunnahnya tidak dianggap, melainkan tuntutan bagi orang tersebut untuk berpuasa di hari arafah sudah gugur. Hal ini membuktikan bahwasannya beliau berdua berpendapat puasa sunnah muakkad itu bisa include terhadap puasa fardhu, dan ini selaras dengan pendapat golongan ulama’ mutaakhirin di atas. Jadi, dari satu sisi kedua pendapat di atas memiliki kesamaan.

Berbeda dengan imam nawawi dan imam asnawi, beliau berdua berpendapat, bahwasanya puasa sunnah muakkad itu tidak bisa include terhadap puasa fardhu. Hal ini dikarenakan beliau berdua menyamakan konsep menggabungkan puasa fardhu dan sunnah dengan konsep menggabungkan salat fardhu dan sunah. Yang mana dua ibadah tersebut tidak dianggap, karena terjadi tabrakan antara niat fardhu dan niat sunnah. Dari sini dapat kita pahami bahwasanya bisa terjadi tabrakan ketika kedua-duanya sama-sama diniati. Berbeda dengan ketika yang diniati hanya salah satunya saja, maka puasa yang diniati tersebut dianggap. Kesimpulannya, menurut pendapat ini menggabungkan puasa fardhu dan sunnah itu tidak bisa, kalau ingin berpuasa fardhu, ya fardhu saja, gak usah mengikutkan puasa sunahnya juga, dan sebaliknya. 

Sumber: kitab Fath Al-mu’in dan I’anah At-thalibin.

Redaktur: Dicky Feryansah
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Tulisan Lainnya

Pendapat Ulama’ Terkait Penggabungan Puasa Fardhu dan Sunnah

penggabunganniatpuasamahadaly

Tulisan Lainnya