Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi umat Islam yang mukallaf dan mampu melakukannya, sehingga ketika seseorang mendapati uzur seperti sakit, musafir, lanjut usia,  menyusui dan selainnya, dia boleh tidak berpuasa, tetapi harus menggantinya di lain hari. Boleh tidak berpuasa juga berarti boleh untuk membatalkannya.

Lantas bagaimana ketika ada orang tidak berpuasa padahal tidak terkena uzur?

Orang yang tidak berpuasa tanpa adanya udzur seperti tidak melakukan niat puasa di malam hari, melakukan sahur dan berbuka dengan prasangka mengerjakan di waktunya dan ternyata waktu sahur sudah habis atau belum masuk waktu buka puasa, tetap wajib menahan diri dari segala perilaku yang membatalkan puasa (imsak). Kewajiban tersebut untuk memuliakan bulan Ramadhan dan terlihat seperti sedang berpuasa.

Dalam kiab Ittihaafu As-Saadati Al-Muttaqiin syarah kitab Ihya Ulumi Ad-Diin Imam Muhammad bin Muhammad Al-Husaini Al-Murtadha Al-Zabidi menjelaskan bahwa kewajiban imsak merupakan salah satu dari keistimewaan bulan Ramadhan sama halnya dengan kewajiban membayar kafarat. 

Habib Umar bin Hafidz mencantumkan salah satu dalil kemuliaan bulan Ramadhan di dalam kitab Nurul Iman dengan mencuplik sabda Nabi Muhammad saw. yaitu:

إِذَا جَاءَ شَهَرُ رَمَضَانُ، فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وِ سُلْسِلَتْ الشَّيَاطِيْنُ

Artinya: Ketika datang bulan Ramadhan, terbukalah pintu-pintu surga, tertutuplah pintu-pintu neraka dan setan-setan terbelenggu. 

Selain itu, Imam Muhammad bin Muhammad juga memaparkan dua alasan kewajiban imsak bagi orang yang tidak berpuasa tanpa ada uzur. Pertama, kewajiban sebagai bentuk hukuman. Kedua, keharaman makan di siang hari bulan Ramadhan.

Ketika orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur telah melakukan kewajiban imsak, maka dia seperti orang yang berpuasa. Namun itu tidak bisa menjadikannya berstatus orang yang melakukan ibadah puasa Ramadhan.

Redaktur: Muhammad Naufal Najib Syi’bul Huda
Penyunting: A. Bisri Fanani