Narasi Rajab (10): Salat Raghaib dan Kedustaannya.

Postingan Facebook Ulang Tahun Ucapan Umum Scrapbook Modern Bentuk Abu-abu

Dalam bahasa Arab, Raghaba yang menjadi akar kata dari raghib memiliki makna dasar berharap. Jika ditinjau secara bahasa, salat tersebut bisa kita maknai sebagai salat pengharapan. Salat raghaib biasanya dilakukan pada malam Jumat pada pekan pertama di bulan Rajab di antara salat maghrib dan isya. 

Diriwayatkan dari Ali bin Ubaidillah bin al-Zaghuni dari Zaid Abdullah bin Abdul Malik al-Isfihani dari Abu al-Qasim Abdul Rahman bin Muhamad bin Ishaq bin Mundah dari Muhammad ibn Nashir al-Hafiz dari Abu al-Qasim bin Mundah dari Abu al-Qasim Ali bin Abdullah bin Jahdam al-Shufi dari Ali bin Muhammad bin Said al-Bashri dari bapaknya dari Khalaf bin Abdullah-biasa dikenal dengan al-Shaghani- dari Hamid al-Thawil dari Anas bin Malik berkata, Baginda Rasul bersabda;

Rajab adalah bulan Allah, Syakban bulanku, dan Ramadan bulan umatku. Kemudian ada yang bertanya; ”Apa maksud dawuh jenengan “bulan Allah”. Baginda Rasul kemudian menjawab; “Bulan itu adalah bulan ampunan-Nya. Darah tidak ditumpahkan. Allah mengampuni para nabi-Nya. Allah menyelamatkan para kekasihnya dari para musuhnya. Maka, siapapun yang berpuasa pada bulan itu, dia akan diberi tiga hal; segala dosanya yang telah lalu, sisa umurnya dijaga oleh Allah, dan dijaga dari kehausan di Hari Kiamat”. Sahabat tadi kemudian menimpali: “Kalau puasa sebulan penuh, saya tidak kuat”. Baginda kemudian menganggapi, “Puasalah di awal bulan, tengah, dan akhir bulannya, karena tiap puasa diganjar dengan 10 kebaikan, sehingga kau seperti puasa sebulan penuh. Tapi, jangan sampai kau lupakan malam Jumat pertama di bulan Rajab. Malam itu diberi nama oleh para malaikat dengan nama: Malam Raghaib (Malam Harapan). Pada sepertiga malam itu, para malaikat di langit dan bumi berkumpul di Ka’bah dan sekitarnya. Kemudian, Allah “muncul” dan berkata’ “Wahai Malaikatku, mintalah apa yang kau mau”. Para malaikat menjawab, “Tuhan, keinginan kita adalah ampunan untuk orang-orang yang berpuasa Rajab”. Allah kemudian menjawab, “Baik, sudah aku lakukan”. Baginda Rasul kemudian bersabda, (selanjutnya penulis terjemah secara bebas) 

Siapapun yang berpuasa pada hari Kamis, di pekan pertama bulan Rajab, kemudian melakukan;

  1. salat di antara maghrib dan isya (sepertiga malam) sebanyak 12 rakaat. Dapat dipahami bahwa salat ini dilakukan di sepertiga malam sebelum melakukan salat isya. 
  2. Tiap rakaat membaca al-Fatihah dan al-Qadr sebanyak 3 kali dan al-Ikhlas 12 kali, dan dilakukan tiap dua rakaat, 
  3. Kemudian setelah salat membaca salawat kepadaku 70 kali dan berdo’a; “Allahumma shalli Muhammadini-n nabiyyi-l umiyyi wa ala alihi wa sahbihi wa sallam” .
  4. Kemudian bersujud sekali dan membaca “Subbuhu quddusu rabbu-l malaikati wa-r ruh” sebanyak 70 kali.
  5. Kemudian bangkit dari sujud dan berdoa, “Rabbi ighfir wa-r ham wa tajawaz ‘amma ta’lam fa innaka anta-l Azizu-l A’dzam “ sebanyak 70 kali.
  6. Kemudian sujud dan berdoa seperti dalam sujud pertama dan ditambah dengan permintaan kebutuhannya.

Baginda Rasul kemudian melanjutkan sabdanya; “Demi diriku yang berada dalam genggaman-Nya, tidaklah siapapun yang mengamalkan salat ini kecuali dosanya diampuni meskipun sebanyak buih di lautan dan pasir di daratan, seberat gunung dan sebanyak bulir hujan dan dedaunan pohon. Dia kelak diberi wewenang untuk memberi syafaat kepada keluarganya di Hari Kiamat. Di malam pertamanya di kuburan, ia akan didatangi ganjaran salatnya tadi dengan (wujud) wajah yang indah dan berkata kepadanya; “Bahagialah engkau. Kau telah dibebaskan dari segala kesulitan”. Dia kemudian bertanya, ”Engkau siapa? Sungguh, aku tidak pernah melihat laki-laki setampan dirimu yang berbicara sefasih dirimu, berbau harum sperti harummu”. Amal tadi kemudian berkata kepadanya, “Kekasih, akulah pahala salat yang engkau lakukan di waktu itu (salat Raghaib). (Aku datang) untuk mengabulkan permintaanmu, menemani kesendirianmu, dan melindungimu dari segala hal buruk. Jika sangkakala tiba peniupannya, aku akan melindungimu dari panasnya Hari Kiamat. Berbahagialah, Tuhanmu akan terus memberimu kebaikan”.

Hadis yang cukup panjang ini adalah hadis palsu. Redaksi tersebut bersumber dari Muhammad bin Nashir. Para ulama juga memberikan label pembohong kepada Ibn Jahdham al-Shufi. Dalam daripada itu, guru Ibn Hajar memberikan komentar tentang hadis ini, “Perawinya banyak yang tak diketahui. Aku juga telah mengoreksi banyak kitab hadis, dan satu pun tak menemukannya”.

Dalam Fadhl Rajab, Abdul Aziz al-Kanani juga meriwayatkan hadis ini. Dia menyebutkan riwayat dari Ali bin Muhammad bin Said al-Bashri dari Abi Bakar. Menurut Ibn Hajar, Abdul Aziz al-Kanani melakukan kesalahan dengan tidak menyebutkan Ali bin Abdullah bin Jahdam, karena sudah terkenal sebagai pendusta. Ia justru menaikkan status hadis dengan mengatasnamakan gurunya sebagai sumber hadis tersebut. padahal, gurunya juga tidak diketahui statusnya.

Akhiran, secara logika, ritual di atas juga sangat menyusahkan. Bagaimana mungkin ada anjuran untuk berpuasa di siang hari (yang kemungkinan sangat panas), kemudian melakukan ritual sebegitu panjangnya; salat yang lama, membaca tasbih yang panjang, dan melakukan sujud yang sangat lama? Secara tak langsung, ritual tersebut menyaingi ibadah puasa dan tarawih di bulan Ramadan. Dapat dikatakan, ritual demikian dapat menarik orang awam, melebihi ketertarikan mereka terhadap Ramadan.

Sekian.

Penulis: Muhammad Az-Zamami

Penyunting: Ilham Romadhan

Tulisan Lainnya