Hukum Melaksanakan Salat Berjama’ah

jamaah

Sebagai umat islam yang taat, sudah sepatutnya rajin melaksanakan salat lima waktu secara berjama’ah setiap hari. Sebab salat berjama’ah merupakan salah satu bentuk dari kekompakan umat islam.

Bahkan di masyarakat desa maupun kota, berbondong-bondong berangkat ke mushola atau masjid untuk melaksanakan salat berjama’ah sudah mentradisi. Hal tersebut menunjukkan bahwa betapa semangatnya mereka dalam menjalankan salat berjama’ah.

Namun di balik semua itu, sebenarnya apasih hukum melaksanakan salat berjama’ah dalam mazhab syafi’iah?.

Perbedaan Pendapat Mengenai Hukum Salat Berjama’ah

Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama’ mazhab sayafi’iah dalam menghukumi salat berjama’ah. Yang mana dalam hal ini terdapat dua pendapat berbeda, yakni sunah mu’akkad (sangat dianjurkan), dan fardhu kifayah.

Pendapat pertama merupakan pendapat yang diunggulkan oleh imam Ar-Rafi’i. Beliau berpendapat bahwa hukum salat berjama’ah adalah sunah mu’akkad dengan berpegangan pada hadist nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

‌صلاة ‌الجماعة ‌أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة

Artinya: “Salat berjama’ah lebih utama dibanding salat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat”.

Hadist di atas menjelaskan bahwa terdapat keutamaan tersendiri dalam salat berjama’ah. Dalam fan ilmu Ushul fikih dijelaskan bahwa bahwa suatu keutamaan itu hanya menunjukkan hukum sunnah, dan tidak bisa sampai ke derajat wajib. Sehingga dari sini memunculkan kesimpulan bahwa hukum salat berjama’ah adalah sunah mu’akkad.

Sedangkan hikmah di balik pernyataan dua puluh derajat adalah bahwa orang yang salat berjama’ah akan mendapatkan faidah dua puluh tujuh kali lipat dibanding salat sendiri. Dan kesunahan salat berjama’ah bagi orang laki-laki lebih dianjurkan dibanding bagi perempuan, dengan bukti dimakruhkan bagi laki-laki untuk meninggalkan salat berjama’ah dan tidak dimakruhkan bagi perempuan.

Kesunahan di atas berlaku ketika memenuhi dua syarat berikut:

Pertama, merupakan salat maktubah, yakni lima salat fardhu selain salat jum’at, karena hukum salat berjama’ah dalam salat jum’at adalah fardhu ain. Maka tidak disunahkan untuk salat berjama’ah pada salat yang dinadzari dan salat-salat sunah yang tidak ada kesunahan untuk berjama’ah pada salat tersebut, seperti salat sunah rawatib dan salat sunah dhuha.

Kedua, merupakan salat ada’, yakni salat yang dilaksanakan pada waktunya. Maka tidak disunahkan untuk salat berjama’ah pada salat qada’, yakni salat yang dilaksanakan di luar waktunya.

Namun ketika antara salatnya imam dan makmum sama dan keduanya merupakan salat qada’, maka tetap disunnahkan untuk salat berjama’ah. Seperti ketika keduanya melaksanakan salat dhuhur di luar waktu.

Pendapat kedua merupakan pendapat yang diunggulkan oleh imam An-Nawawi. Beliau berpendapat bahwa hukum salat berjama’ah adalah fardhu kifayah dengan berpegangan pada hadist nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

ما من ثلاثة في قرية أو بدو لا تقام فيها الجماعة إلا استحوذ عليهم الشيطان

Artinya: “Tidaklah riga orang berada pada desa atau daerah yang tidak dilaksanakan salat berjama’ah di sana, kecuali mereka akan dikuasai oleh setan”.

Hadist di atas menjelaskan bahwa terdapat ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan salat berjama’ah. Sehingga dari sini muncul kesimpulan bahwa hukum salat berjama’ah adalah fardhu ain.

Hukum fardhu kifayah di atas berlaku bagi orang-orang yang memenuhi lima syarat berikut:

Pertama, merupakan orang laki-laki. Maka hukum salat berjama’ah bagi perempuan bukanlah fardhu kifayah.

Kedua, merupakan orang yang sudah baligh. Maka hukum salat berjama’ah bagi orang yang belum baligh bukanlah fardhu kifayah.

Ketiga, merupakan orang yang merdeka. Maka hukum salat berjama’ah bagi budak atau hamba sahaya bukanlah fardhu kifayah.

Keempat, merupakan orang yang bermukim. Maka hukum salat berjama’ah bagi orang yang sedang bepergian atau orang yang berada di tengah-tengah perjalanan bukanlah fardhu kifayah.

Kelima, merupakan salat ada’. Maka hukum melaksanakan salat qada’ secara berjama’ah bukanlah fardhu kifayah.

Redaktur: Dicky Feryansyah
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Tulisan Lainnya

Hukum Melaksanakan Salat Berjama’ah

jamaah

Tulisan Lainnya