Ma'had Aly Pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtadlo

Urgensi Dunia Industri: Ulama Harus Turun Tangan

mahadalyannur2-Tulisan sebelumnya, kita telah memahami makna fikih industri setiap kata dan keseluruhannya. Kini, saatnya kita mengulas urgensi industri yang menarik perhatian Ulama untuk “memfikihkannya”. Ini merupakan bagian yang juga penting sebagai dasar dalam memahami fikih industri. 

Industri seperti air, manusia tidak bisa terlepas darinya. Terkadang juga seperti udara, sering kali manusia terlibat dengan industri tapi tidak merasakannya. Tanpa adanya panduan fikih, industri bisa berkembang dengan cara yang bertentangan dengan prinsip Islam, baik dalam aspek produksi, distribusi, maupun dampaknya terhadap masyarakat. 

Urgensi industri dapat kita kerucutkan dalam beberapa poin berikut:

1. Industri memenuhi kebutuhan hidup manusia

Industri sangat dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Karena setiap kebutuhan yang harus terpenuhi, mulai makanan, minuman, pakaian, kendaraan, alat komunikasi, dan selainnya merupakan hasil dari sebuah kegiatan industri. 

Karena Industri begitu penting dalam kehidpan manusia, seharusnya setiap daerah terdapat industri. Jika tidak, suatu daerah akan bergantung pada daerah lain. Parahnya akan sering terjadi impor.  Dampaknya, ekonomi negara menjadi menurun dan lebih sulit lagi.

2. Ketergantungan profesi atau aktivitas terhadap industri

Banyak sekali aktivitas atau profesi yang sangat bergantung terhadap industri, seperti halnya, petani yang membutuhkan alat berupa cangkul, traktor, sabit dan sebagainya, tukang ojek online membutuhkan sepeda motor, pedagang yang membutuhkan gerobak dan barang dagangan, pekerja kantoran yang membutuhkan laptop, komputer dan masih banyak lagi. Bahkan banyak kegiatan keseharian yang sangat membutuhkan produk dari industri, yang kita genggam setiap hari yaitu ponsel. 

3. Industri merupakan landasan dalam kemajuan sebuah pemerintahan

Tidak diragukan lagi, bahwa peran industri dalam kemajuan sebuah negara sangat dibutuhkan. Sebab dengan majunya sebuah industri akan memajukan ekonomi negara. Dengan keberadaan industri sebuah lapangan pekerjaan akan semakin luas, mengurangi tingkat kemiskinan, kontribusi besar dalam GDP dan sebagainya. Menurut Didik Prasetiyono (Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER)), perbedaan tingkat industrialisasi antar negara menciptakan ketidakseimbangan dalam perdagangan global, yang sering kali menguntungkan negara-negara maju. Negara terbelakang biasanya mengekspor produk primer dan mengimpor produk industri. Hal tersebut yang menyebabkan kesenjangan perdagangan antara negara maju dan berkembang. (Universitas Airlangga)

4. Industri memperkuat sebuah negara

Menjadi negara yang kuat merupakan impian bagi seluruh negara. Apalagi dari pengalaman beberapa negara yang pernah mengalami penjajahan. Namun kita tidak mengetahui bagaimana sebuah negara menjadi kuat? Dalam kitab “Ahkamut Tashni’”, seorang pakar mengatakan bahwa tidak diragukan lagi dasar dari dominasi Barat atas dunia saat ini adalah keunggulannya dalam industri, monopoli atas kekuatan, dan ketidakadilan dalam interaksi. Dari kutipan tersebut menunjukkan bahwa negara yang kuat memiliki landasan yang kuat juga dalam berindustri.  

5. Industri meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Hidup sejahtera merupakan impian bagi setiap masyarakat. Salah satu cara mewujudkannya adalah dengan adanya industri. Beberapa di antaranya melalui lapangan pekerjaan yang semakin luas, peningkatan pendapatan, perubahan mata pencaharian, dan peningkatan kesadaran pendidikan dan kesehatan (EJOURNAL BANTENPROV, Academia edu dll). Beberapa aspek ini jelas adalah faktor utama dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat.

Poin-poin di atas jelas menandakan urgensi industri. Maka, menjadi keharusan bagi ulama untuk terjun dalam dunia itu. Adanya ikut campur ulama dalam industri demi mewujudkan praktik industri yang sejalan dengan aturan syariat.

Penulis: M. Syukron Niam/Semester 4

BAZNAS dan Ma’had Aly An-Nur II: Santunan Anak yatim dan Bukber di TPQ As-Suluk

mahadalyannur2-Malang, 19 Maret 2025. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) kembali menunjukkan komitmennya dalam menebar kebaikan di bulan suci Ramadhan. Bersama Ma’had Aly An-Nur II Al-Murtadlo, BAZNAS menggelar acara buka puasa bersama (bukber) dan santunan bagi anak yatim di TPQ As-Suluk, Malang. Kegiatan ini menjadi wujud nyata peran BAZNAS dalam mendukung kesejahteraan masyarakat dan pendidikan agama bagi generasi muda.  

Sebagai lembaga yang berfokus pada pemberdayaan umat, BAZNAS memastikan bahwa bantuan yang disalurkan tepat sasaran. TPQ As-Suluk, dengan lingkungan belajarnya yang kondusif dan program pengajian Al-Qur’an yang intensif, dipilih sebagai lokasi kegiatan ini guna memberikan manfaat yang optimal bagi para santri.  

Acara dimulai pukul 16.15 WIB dengan sambutan dari Kepala Yayasan TPQ As-Suluk yang mengapresiasi kehadiran BAZNAS dalam mendukung pendidikan agama di lembaganya. Ia menyampaikan bahwa program seperti ini sangat dibutuhkan karena mampu membangkitkan semangat belajar anak-anak.  

Selanjutnya, perwakilan Ma’had Aly An-Nur II, Ust. Zulfikar, menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat menjadi inspirasi bagi lembaga pendidikan lainnya untuk terus berkontribusi dalam menciptakan generasi yang berakhlak mulia.  

Setelah sambutan, anak-anak diajak mengikuti sesi materi dan fun games yang dipandu oleh Ust. Samsul dan Ust. Ma’ruf. Kegiatan ini tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan edukasi keislaman yang bermanfaat bagi mereka.  

Menjelang berbuka, Ust. Akmal menyampaikan kultum, mengajak para peserta untuk memanfaatkan bulan Ramadhan dengan meningkatkan ibadah dan kebaikan.  

Puncak acara adalah pembagian santunan dari BAZNAS kepada anak yatim dan kaum dhuafa. Setiap penerima mendapat bantuan berupa beras 2 kg, yang diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan mereka selama Ramadhan. Momen ini berlangsung dengan penuh haru, diiringi senyum bahagia dari anak-anak yang menerima santunan.  

Acara kemudian berlanjut dengan buka puasa bersama, diikuti oleh sholat Maghrib berjamaah yang diimami oleh Ust. Ma’ruf. Suasana hangat dan penuh kebersamaan semakin terasa saat seluruh peserta menikmati hidangan makan malam yang telah disiapkan panitia.  

Melalui kegiatan ini, BAZNAS terus membuktikan komitmennya dalam mendukung pendidikan agama dan kesejahteraan masyarakat. Semoga inisiatif ini dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk turut serta dalam menyebarkan kebaikan, terutama di bulan suci Ramadhan.

Penulis: Akmal Aqil Wahyu

Pengenalan Ma’had Aly ke Santri Sufin

mahadalyannur2-Ma’had Aly Pondok Pesantren An-Nur II mengadakan sosialisasi yang diselenggarakan di asrama sufin. Pada Sabtu malam tanggal 8 Februari 2025 pukul 20.15 WIB. Acara tersebut dihadiri oleh 90 santri warga asrama Sufin, khususnya kelas tiga, dan dipecah menjadi empat kelas, yang masing-masingnya diisi satu pemateri.

Asrama Sufin merupakan kamar santri diniah yang berada di dekat masjid Sufin (Suharti Arifin) Pondok Pesantren An-Nur II. Asrama ini berisi santri-santri unggulan yang sudah melalui tes. Ma’had Aly An-Nur II, merasa potensi besar dari santri-santri di asrama ini.

“Acara ini bertujuan untuk memberikan solusi atas kebingungn-kebingungan santri kelas tiga dan mengenalkan apa saja yang ada Ma’had Aly,” kata M. Ihsan Khoironi sebagai ketua pelaksana acara sosialisasi.

Santri kelas tiga memiliki kebingungan untuk melanjutkan studinya. Ma’had Aly An-Nur II ingin memberikan saran bagi mereka yang masih belum memiliki tujuan. Ini bertujuan untuk memperjelas langkah mereka ke depannya, agar memiliki arah yang lebih baik.

Acara diawali dengan pemaparan materi. Materi yang disampaikan meliputi tentang Ma’had Aly dalam segi strata pendidikan, komunitas-komunitas di dalamnya, beasiswa, dan lain-lain. Tak jarang pemateri berbagi pengalaman, prinsip, pencapain, perjuangan mereka semasa di lembaga tersebut.

Para santri melontarkan pertanyaan-pertanya umum, seperti “bagaimana meyakinkan orang tua agar saya bisa melanjutkan pendidikan di pondok pesantren?” Ucap salah satu santri. Kemudian pemateri memberikan jawaban sesuai pengalaman yang mereka dapatkan.

Para pemateri berbincang bincang dengan para santri dengan santai dan paras santri terlihat antusias. Pasalanya, sebagaimana pengakuan salah satu pemateri, “Penyampain dengan cara kedekatan dan ngobrol-ngobrol santai dan duduk berdekatan dengan mereka itu lebih nyaman penyampaiannya bagi kami juga mereka merasa diperhatikan oleh  kami,” kata Vicki Syahrul salah satu pemateri.

Penulis: Muhammad Ilham Zayyinul Abidin

Hukum Bermakmum Salat Isya pada Imam Salat Tarawih

mahadalyannur2.ac.id-Salat tarawih adalah salat sunah yang hanya dilaksanakan pada bulan Ramadan. Umumnya, umat Muslim di Indonesia melaksanakan salat ini setelah salat Isya. Mereka berbondong-bondong mengejar pahala salat tarawih karena hanya ada di bulan Ramadan dan tidak ingin melewatkannya.

Namun, dalam praktiknya, sering ditemukan banyak orang yang terlambat datang ke masjid setelah salat Isya selesai dilaksanakan, bahkan ada yang datang ketika salat tarawih sudah dimulai. Mereka kemudian melaksanakan salat Isya, bermakmum pada imam yang sedang salat tarawih. Dengan mengikuti semua gerakan sebagaimana mestinya salat berjemaah. Lalu, ketika imam selesai salam rakaat kedua, ia bangun menyelesaikan salat seperti orang masbuk.

Nah, menanggapi praktik tersebut, apakah dapat dibenarkan oleh syariat, khususnya mazhab Syafii? Dan, apa alasannya? Penulis kali ini akan mengulasnya menurut pandangan kitab Minhajut Thalibin dan Syarah Mughni Muhtaj.

Imam Nawawi menyatakan dalam kitab Minhajut Thalibin:

وتصح قدوة المؤدي بالقاضي، ‌والمفترض‌بالمتنفل، وفي الظهر بالعصر وبالعكوس، وكذا الظهر بالصبح والمغرب وهو كالمسبوق.

Artinya: “Sah bermakmumnya orang salat ada’ (salat sesuai waktu) kepada orang yang salat qada’, dan salat fardu pada salat sunah. Sah pula salat Zuhur mengikuti salat Asar, atau sebaliknya. Demikian juga salat Zuhur mengikuti salat Subuh atau Magrib, dan hukumnya sama seperti makmum masbuk.”

Kali ini penulis hanya berfokus pada pernyataan “Sah bermakmum salat fardu pada salat sunah”. Ungkapan tersebut merupakan indikasi umum, mencakup segala jenis salat sunah dan fardu.

Alasan dari keabsahan permasalahan di atas karena gerakan keduanya yang sama dan tidak berubah dengan perbedaan niat. Sehingga, jika susunan salat berbeda seperti bermakmum pada orang yang salat khusuf (gerhana), hukumnya tidak sah.

Syekh Syirbini menjelaskan bahwa Imam Syafii ra. berdalil akan keabsahan salat tersebut dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang mengisahkan sahabat Muadz:

أن معاذا كان يصلي مع النبي صلى الله عليه وسلم عشاء الآخرة ثم يرجع إلى قومه فيصلي بهم تلك الصلاة» وفي رواية للشافعي هي له تطوع ولهم مكتوبة.

Artinya: “Mu’adz biasa salat Isya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian kembali kepada kaumnya dan salat mengimami mereka dengan salat yang sama.” Dalam riwayat Imam Syafi’i, salat tersebut sunah baginya (Mu’adz) dan wajib bagi mereka (kaumnya).

Lalu, Syekh Syirbini memberi penjelasan tambahan bahwa sebaiknya kita menghindari praktik seperti ini disebabkan berpotensi muncul polemik di antara umat Muslim:

ومع صحة ذلك يسن تركه خروجا من الخلاف. لكن محله في غير الصلاة المعادة. أما فيها فيسن كفعل معاذ، نبه على ذلك شيخي

Artinya: “Meskipun hal ini sah, sunah untuk meninggalkannya untuk menghindari polemik. Namun, kesunahan meninggalkan hanya berlaku selain salat yang mu’adah (diulang). Adapun dalam salat yang diulang, sunah untuk melakukannya seperti yang dilakukan Sahabat Mu’adz.”

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum bermakmum salat Isya pada imam salat tarawih adalah sah, namun lebih baik ditinggalkan untuk menghindari polemik di antara umat Muslim.

Penulis: Mohamad Firudin/Semester 6

Penyunting: Ghani Maul

Pengertian, Ruang Lingkup, dan Peran Fikih Industri

mahadalyannur2.ac.id-Apa sih, Fikih Industri itu? Kalian mungkin bertanya-tanya tentang pengertian, ruang lingkup, dan apa yang dibahas dalam ilmu ini? Sebelum membahas lebih panjang, mungkin kita perlu mengetahui masing-masing dari kata Fikih Industri.

Fikih adalah pengetahuan pada hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan aktivitas manusia melalui penggalian dalil yang bersifat spesifik atau terperinci. Dengan demikian, fikih menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat untuk menjalani kehidupan yang maslahat.

Untuk definisi industri, dalam kamus KBBI mengartikan sebagai aktivitas memproses atau mengelola barang dengan sarana dan peralatan. Secara umum, industri adalah kegiatan mengelola barang mentah menjadi barang jadi, atau mengelola barang jadi menjadi barang yang lebih berkualitas.

Kedua kata ini saling berhubungan, Industri sebagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia, dan fikih menjadi sebuah syariat yang membarengi atau menjaga aktivitas agar tetap bersifat positif dan dengan sesuai syariat.

Industri memiliki banyak sekali ruang lingkup, tidak hanya pada produksi yang dilakukan di pabrik-pabrik, melainkan seperti dunia film, makanan, dan banyak lagi. Segala sesuatu yang diproses dan diolah hingga menjadi sebuah produk, bisa dinamakan sebagai industri.

Fikih industri merupakan sebuah ilmu yang membahas tentang unsur-unsur dalam sebuah perindustrian, meliputi bahan pokok yang diolah, pekerjaan yang dilakukan, alat-alat yang digunakan, dan pelaku pembuatan barang tersebut, agar menciptakan sebuah produk yang tidak menyalahi tujuan dari syariat (maslahat dan mafsadah).

Ambil contoh pada industri-industri rumah tangga yang sering kita jumpai, seperti jajanan anak-anak SD yang hanya dibungkus dengan plastik kecil tanpa ada label halal. Makanan ringan ini bisa diberi label halal dengan meninjau dari komposisi di dalamnya.

 Bukan hanya komposisi, tapi juga proses pembuatan barang pun diperhatikan. Bahkan proses sebelum itu, pra pembuatan juga harus diteliti. Jika ada sesuatu yang menyalahi syariat, seperti barangnya saat di mesin bercampur dengan barang najis atau ternyata barang didapat dari hasil mencuri, tidak bisa mendapat label halal.

Begitulah peran Fikih Industri. Kajian tersebut mencakup seluruh industri yang ada untuk meninjau apakah sesuai dengan syariat atau tidak. Hal ini sangat urgen, terlebih di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim.

Kesimpulan

Fikih Industri adalah sebuah cabang ilmu Fikih yang mempelajari hukum-hukum Islam dalam aktivitas produksi. Ilmu ini berfokus pada penggalian dan penelitian lebih dalam, agar menjadi produk atau aktivitas yang bersifat halal. Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, ilmu ini dapat menjadi sebuah disiplin ilmu yang relevan bagi kemaslahatan seluruh manusia dalam mewujudkan perekonomian yang adil, makmur, dan tentunya sejalan dengan syariat.

Kegiatan Bahtsu Masail Wasithke-13

mahadalyannur2.ac.id-Bahtsu Masail Washit, kegiatan rutin yang diselenggarakan dua bulan sekali, kembali diaksanakan pada tanggal 25 february 2025, tepatnya di hari rabu. Tujuan  diselenggarakan acara tersebut untuk menumbuhkan rasa gairah dan semangat santri  dalam forum musyawarah, serta membantu memecahkan persoalan aktual kehidupan zaman ini.

Acara berlangsung di kantor lantai tiga kantor pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtadlo. Para hadirin duduk sesuai kelompoknya. Sedangkan di bagian panggung terdapat meja untuk para perumus dan mushahih.

Acara tersebut dibuka oleh MC pada pukul 09.00 WIB dan langsung masuk ke sesi musyawarah yang dipimpin moderator. Moderator membacakan soal “Apa hukum melakukan suntik putih menurut syariat?” Para peserta musyawarah berbondong-bondong mempersiapakan ibarotnya. Musyawarah berlangsung ramai terlihat para mahasantri yang berebutan mengangkat papan untuk unjuk suara.

Sebelum acara ini berlangsung, para peserta musyawarah ini sudah mempersiapkan diri bersama kelompoknya. Setiap kelompok diharuskan memiliki konsep masing-masing yang nantinya mereka usung saat musyawarah. Persiapan ini karena mereka menginginkan musyawarah berjalan seru.

Ketika bahtsu, perbedaan merupakan keharusan. Sebagian peserta menyatakan bahwa suntik hukumnya boleh dengan beberapa pertimbangan. Namun, kelompok lain menyangkal jawaban tersebut. Kelompok lain lagi mengatakan bahwa suntik putih hukumnya haram.

Hingga tak terasa menyetuh pukul 12.00 WIB, sesi musyawarah telah selesai. Rumusan sementara yang dirumuskan oleh Ust. Fuad Amin, “Apa hukum menggunakan suntik putih menurut syariat?”

 “Diperbolehkan, karena tidak termasuk taghyirul kholqi (merubah ciptaan) yang haram, mengingat cara kerja suntik pemutih hanya mencegah sel melakukan regenerasi,” ucap perumus tersebut dengan nada diplomatis.

Lanjut sambutan yang dibawakan oleh KH. Nidhom Subki. Beliau memiliki beberapa poin untuk membuat musyawarah lebih baik lagi. Ada empat poin yang beliau sampaikan.

Satu, untuk lebih fokus kepada kitab-kitab turots. Beliau bahkan mengatakan bahwa moderator seharusnya melarang mahasantri yang membaca kitab kontemporer. Beliau memberikan tips untuk para mahasantri mencari dari kitab mazhab Syafii terlebih dahulu yang sudah bisa dipastikan kebenarannya.

Dua, untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Beliau membahasakan hal ini sebagai takyif. Bahwa, tahap ini merupakan langkah yang penting dalam menjawab persoalan yang akan para peserta jawab.

Tiga, moderator harus bisa membuat alur saat bermusyawarah. Harus ada titik tekan yang diperdebatkan agar pembahasan tidak melebar. Dengan demikian, para peserta bisa memberikan jawaban dan sangkalan yang tepat.

Empat, metodologi yang diajarkan di kelas harus dipraktikan saat bahtsu. Beliau mengatakan bahwa pelajaran yang ada di kelas merupakan pondasi-pondasi penting untuk memberikan jawaban saat musyawarah. Sebab pelajaran yang ada di kelas adalah cara-cara untuk memberikan jawaban sesuai konsep fikih manhaji.

Penulis: Ilham Zainul Abidin

Penyunting: Ghani Maulana

Niat Puasa: Mazhab Maliki Menjadi Solusi Terbaik

mahadalyannur2.ac.id-Puasa adalah salah satu ibadah yang perlu niat. Kendati demikian, banyak orang mengalami kesusahan ketika malamnya terlalu lelah sampai lupa tidak berniat. Sungguh apes. Puasanya tidak sah dan harus menggantikannya di lain hari.

Niat merupakan bagian fundamental dalam ibadah. Salah sedikit dalam rukun tersebut, semua ibadah menjadi tidak sah. Bahkan, efek dari meragukan masih ada setelah seseorang melakukan ibadahnya itu. Contoh, setelah seseorang salat, kemudian ia bimbang apakah niatnya sudah benar atau tidak, maka harus mengulangi salatnya lagi. Berbeda dengan rukun-rukun lain.

Begitu pentingnya niat, menjadikannya tantangan tersendiri dalam beribadah. Dalam mazhab Syafii niat berpuasa sedikit ketat. Setiap harinya harus ada niat puasa. Pendapat tersebut juga sama dengan mazhab Hanafi dan  Hambali. Sebab antara satu hari dan hari lainnya merupakan ibadah yang tersendiri. Ini sama dengan salat. Jika ada seseorang salat empat rakaat tapi antara dua rakaat dipisah dengan salam, berarti ia melakukan salat dua kali.

Dari ketentuan ini, dampaknya, ketika ada seseorang yang malamnya lupa berniat, ia harus menggantinya di hari lain. Haduh, apes, kebanyakan orang Indonesia mengikuti mazhab Syafii. Apakah tidak ada solusi?

Khilaf ulama (dalam konteks fikih) merupakan rahmat. Dalam mazhab Maliki, ada pendapat yang memudahkan umat. Saya yakin ini sesuai dengan keinginan orang-orang Indonesia. Menurut Imam Malik, seseorang cukup untuk berniat satu kali untuk satu bulan penuh saat di awal Ramadan. Berbeda dengan mazhab Syafii yang menyatakan bahwa niat puasa satu bulan, hanya bisa digunakan untuk hari pertama saja.

Maka, Syekh Ibrahim al-Baijuri, menjabarkan bahwa pengikut Syafii bisa memakai pendapat tersebut. Hal demikian untuk menyikapi kesulitan orang-orang yang lupa untuk niat. Adanya pendapat Maliki tersebut, memudahkan orang muslim dalam ibadah puasa, bahwa ketika mereka lupa tidak berniat di malam hari, masih ada niat yang mereka lakukan saat di awal bulan.

Namun, penting untuk diketahui bahwa kewajiban niat pada setiap harinya tetap wajib. Maksudnya, harus tetap mengusahakan untuk berniat setiap malam Ramadan. Niat untuk satu bulan yang ada di awal digunakan ketika lupa. Di situlah peran satu bulan itu, bukan berarti tidak berniat terus sampai Ramadan usai.

Dengan demikian, jika ingin mudah dalam ibadah puasa, bisa menggunakan mazhab Maliki. Namun untuk tetap menjaga kaidah-kaidah syariat, pendapat dari Mazhab Syafii harus tetap dilakukan. Kedua pendapat tersebut dipadukan dan memiliki peran masing-masing.

Penulis: Ahmad Firman Ghani Maulana

Mengaji Usul Fikih dengan KH. Afifuddin Muhajir

mahadalyannur2.ac.id-Pada tanggal 25 Februari 2025, Ma’had Aly An-Nur II kedatangan ulama dari Situbondo, Dr. (HC) KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag. Dalam dunia keilmuan, beliau terkenal dengan pakar usul fikih. Salah satu karyanya ialah Taisirul Makmul yang merupakan dasar memahami ilmu usul fikih.

Acara ini mulai pada pukul 09.30 WIB, bertempat di kantor Pondok Pesantren Annur II Al-Murtadlo. Acara dibuka dengan pembukaan oleh MC, berlanjut dengan sambutan dari KH. Zainuddin Badruddin. Setelah itu, memasuki acara puncak, yakni Pemaparan materi usul fikih dengan tema “Urgensi Usul Fikih Dalam Penerapan Metodologi Fikih Manhaji”, oleh Dr.(Hc).KH. Afifudin Muhajir, M.Ag, selaku narasumber dan Ust. Fathoni Akbar Tsani Lc, sebagai moderator.

Sekilas materi yang beliau sampaikan berisi metode dalam penggalian hukum yang merupakan salah satu pilar usul fikih. Metode dalam Penggalian hukum terbagi menjadi tiga, yakni: Manhajul Bayan, Manhajul Qiyas dan Manhajul Maqashid.

Manhajul Bayan adalah metode dalam menggali hukum melalui nas Al-Qur’an dan hadis. Sedang, untuk memahami AL-Qur’an dan hadis perlu melalui empat langkah. Pertama, menguasai kaidah-kaidah kebahasaan, yang mencakup lafaz, makna dan dalalatul lafaz ‘alal makna (petunjuk lafaz terhadap makna). Kedua, mengetahui sebab-sebab diturunkannya ayat Al-Qur’an atau hadis dan dikenal dengan asbabun nuzul dan asbabul wurud. Ketiga, memadukan suatu nas dengan nas yang lain. Keempat, mengaitkan nas dengan Maqashidus Syari’ah (tujuan-tujuan syariat).

Setelah pemaparan materi, pakar Usul Fikih itu memberikan kesempatan bertanya sebanyak tiga kali. Beberapa peserta mengangkat tangan, memperebutkan kesempatan bertanya yang beliau berikan. Pada akhirnya, ada lebih tiga soal yang beliau jawab. Hal ini menunjukkan semangat peserta dalam acara kali ini.

Acara diakhiri oleh doa dari Gus Syamsul Arifin dan penyerahan cenderamata dari Ma’had Aly An-Nur II oleh Gus Helmi Nawali. Dan acara berakhir pada pukul 10.50 WIB.

Penulis: Ilham Zainul Abidin

Penyunting: Ghani Maulana

Kiai Afifuddin Muhajir: Pilar-Pilar Usul Fikih

mahadalyannur2.ac.id-Ma’had Aly Pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtadlo, memiliki cita-cita yang tinggi. Yakni melahirkan generasi faqih yang produktif, yang tidak hanya mengenal fikih secara qouly¸ tapi juga secara manhaji. Menurut KH. Afifuddin Muhajir, fakih yang seperti ini yang menyerupai Imam Malik. Sebab Imam Malik ketika ditanya persoalan lebih memilih untuk merenung terlebih dahulu dari pada langsung menjawab.

Kejadian itu terjadi ketika Imam Malik dikunjungi oleh ulama asal Maroko yang ingin menanyakan 40 soal. Semua soal tersebut merupakan permasalahan yang masih belum terselesaikan. Demi mendapat jawaban, ulama Maroko pergi jauh-jauh ke Madinah untuk menemui Imam Malik.

Sayangnya, dari 40 soal, yang beliau jawab hanya empat. Sisanya beliau hanya berkata tidak tahu. Ini bukan menunjukkan Imam Malik bodoh, tapi beliau lebih memilih untuk merenung terlebih dahulu demi bisa memberi jawaban yang lebih baik.

Untuk mencapai derajat demikian, perlu untuk memahami pondasi ilmu fikih. Pondasi ini demi membangun dasar-dasar hukum yang ada di fikih. Disiplin ini bernama Usul Fikih, sebuah kursus yang mempelajari dalil-dalil.

KH. Afifuddin Muhajir, memberikan penjelasan bahwa Usul Fikih memiliki empat pilar. Penjelasan ini beliau ambil dari Imam Ghozali. Empat pilar itu ialah hukum, dalil, cara menggali dalil untuk menemukan hukum, dan sifat-sifat mujtahid. Empat hal ini yang menjadi materi utama dalam Usul Fikih.

Maksud dari hukum adalah hukum syariat. Sedangkan hukum syariat hanya bisa didapat dari dalil. Namun tidak bisa begitu saja untuk memahami dalil, harus mengerti cara-caranya. Tidak sembarangan orang bisa menggunakan cara tersebut. Inilah hubungan dari empat pilar tadi, semua bab memiliki kaitan kuat dengan lainnya.

Cara menggali hukum dari dalil syariat terbagi menjadi tiga manhaj (metode). Satu, manhaj bayani yang merupakan metode yang berdasar pada nas-nas agama. Dua, manhaj qiyasi, metode yang menggunakan kiyas (analogi). Tiga, manhaj maqosidi, metode yang menggunakan tujuan-tujuan syariat.

Manhaj bayani, metode pengambilan hukum memalui nas. Maksud dari nas adalah Al-Qur’an dan Hadis. Untuk memahami keduanya perlu tiga langkah. Pertama, memahami kaidah-kaidah bahasa Arab. Nas syariat turun menggunakan bahasa Arab, maka memahaminya merupakan hal yang esensial. Agar bisa memahami kaidah bahasa Arab, harus mempelajari ilmu alat, semacam nahwu, sharaf, dan balaghoh.

Dalam langkah pertama terdapat tiga pembahasan penting. Tiga pembahasan tersebut ialah lafaz, makna, dan petunjuk suatu lafaz terhadap makna. Ketiganya berfungsi untuk memahami teks dari syariat dan mengerti maknanya secara intens serta pemahaman tersirat dari lafaz.

Kedua, mengetahui asbabun nuzul (kejadian yang melatarbelakangi turun ayat Al-Qur’an) dan asbabul wurud (kejadian yang menjadi sebab muncul hadis). Para ulama mengatakan, “Mengetahui asbabun nuzul wajib bagi orang yang ingin memahami Al-Qur’an.” Perkataan ini menunjukkan bahwa memahami nas tidak cukup dengan lafaz saja, tapi juga harus mengetahui latar belakangnya.

Ketiga, memadukan nas yang sedang dikaji dengan nas-nas lain. Satu ayat, untuk memahaminya, memerlukan ayat lain yang menafsirinya. Hadis pun begitu, butuh hadis lain untuk mengerti intrpretasinya. Terkadang pun Al-Qur’an ditafsiri dengan hadis dan sebaliknya.

  Keempat, mengintegrasikan nas dan maqasid. Keduanya memiliki hubungan yang saling membutuhkan. Maqasid bersumber dari nas, tanpa nas maqasid tidak akan ada. Di sisi lain, maqashid yang merupakan tujuan syariat menjadi salah satu unsur penting dalam menafsiri nas.

Inti dari tujuan syariat adalah mewujudkan kemaslahatan manusia. Untuk itu, tujuan syariat terbagi menjadi lima hifdzu ad-din (menjaga agama), hifdzu an-nafsi (menjaga nyawa), hifdzu al-mal (menjaga harta), hifdzu an-nasl (menjaga keturunan), hifdzu al-‘aql (menjaga akal).

Begitulah penjelasan dari KH. Afifuddin Muhajir terkait Usul Fikih saat mengisi kuliah umum di Ma’had Aly pondok pesantren An-Nur II Al-Murtadlo.

Penulis: Ahmad Firman Ghani Maulana

Mari Mengenali Mantuq dan Pembagaian Lafaz

mahadalyannur2.ac.id-Di dalam kajian Usul Fikih, yang paling ditekankan adalah dalil. Bagaimana dari suatu dalil bisa memunculkan hukum yang nantinya menjadi pedoman seluruh umat. Ini menjadikan usul fikih sebagai salah satu pelajaran yang esensial, bukan hanya untuk kaum muslim, tapi seluruh orang di dunia. Karena pada dasarnya, hukum-hukum dalam Islam untuk seluruh orang di dunia.

Karena menekankan pada dalil, maka untuk mengetahui dasar-dasar untuk memahami dalil adalah tema penting dalam kitab-kitab usul fikih. Dari sini, Syekh Zakaria dalam kitab Lubbul Ushul, menerangkan tentang mantuq dan mafhum. Kedua hal ini merupakan dasar penting untuk bisa memahami makna yang terkandung dalam dalil.

Cuma, kali ini, pada tulisan yang masih banyak minus ini, hanya mantuq saja yang akan dibahas. Jadi kalau Anda atau siapapun sedang mencari materi tentang mafhum, oh, mohon maaf, tulisan ini tidak menyediakan.

Pembahasan mantuq oleh Syekh Zakaria diletakkan setelah membahas tentang Al-Qur’an, sehingga memunculkan urutan; membahas sesuatu yang digunakan dalil (Al-Qur’an), kemudian menjelaskan cara mengambil makna di dalamnya. Mantuq ialah makna yang ditunjukkan lafaz di tempat pengucapannya. Singkatnya, mantuq adalah makna eksplisit dari teks, alias tekstual-atau terserah bagaimana Anda ingin menyebutnya. Dari definisi ini Anda akan langsung bisa membedakannya dengan mafhum-sayangnya, tidak ada penjelasan mafhum di sini.

Mungkin butuh contoh (meski Anda butuh atau tidak, pokoknya saya mau memberikan contoh). Kalau terdapat perkataan, “Zaid berdiri,” dari kata ini berarti mantuq-nya adalah, ya berarti orang yang bernama zaid sedang berdiri. Tidak usah memunculkan makna, oh, berarti orang yang beridentitas Zaid itu sedang tidak duduk atau dalam posisi berbaring. Cukup sesuai teks yang keluar, gak lain. Yah, meski tergantung dalalah yang ada di teks sih-tapi penjelasan tentang dalalah di lain waktu.

 Dalam takrif mantuq disebutkan kata lafaz, yang menunjukkan bahwa mantuq berkaitan erat dengannya. Lafaz adalah suara yang mengandung huruf hijaiah. Hal ini untuk mengecualikan hal-hal yang memberikan pemahaman tapi tidak ada huruf hijaiah yang terkandung, seperti suara genderang dan lain-lain. Karena di dalam takrif mantuq disebutkan lafaz, maka memahaminya pun menjadi penting. Jadi setelah berdebat dengan diri sendiri di pikiran, diputuskan untuk sedikit menyinggung pembagian lafaz.

Lafaz dari segi makna yang ditimbulkan, adakalanya memiliki satu atau tidak. Jika ada lafaz yang memiliki satu makna saja, ia dinamai sebagai nas. Misal, “Zaid”. Kata tersebut hanya memiliki satu makna saja yang muncul, yakni orang yang bernama demikian. Apabila ada suatu lafaz memiliki dua makna atau lebih, maka harus ditinjau terlebih dahulu.

Jika salah satu makna lebih kuat, namanya adalah dzhohir. Contoh, asad. Kata tersebut, secara asal, bermakna singa. Tapi ia juga memiliki makna kedua, yang lebih lemah dari makna asalnya, yaitu laki-laki yang pemberani. Tentu saja makna kedua ini lebih lemah karena ia merupakan majaz, yang masih butuh pada tanda. Namun bila ada suatu keadaan yang terdapat tanda, sehingga membuat kata asad mengarah pada makna kedua, maka ini disebut sebagai dzhohir muawwal. Sedang lafaz yang memiliki dua makna, di mana keduanya memiliki posisi sama kuatnya disebut sebagai mujmal.

Pembagian lafaz juga dibagi dengan tinjauan susunannya. Ada lafaz yang bagiannya menunjukkan sebagaian dari makna keseluruhannya. Lafaz ini disebut sebagai murakkab. Contoh kepala sekolah. Kepala sekolah terdiri dari kepala dan sekolah. Salah satu bagian tersebut menunjukkan sebagian dari makna keseluruhan “kepala sekolah”. Sedangkan jika bagiannya tidak menunjukkan makna dari lafaz, maka disebut sebagai muford. Contoh, Umar. Huruf U tidak menunjukkan makna apapun dari Umar.

Mufrod ini adakalanya yang memang hanya terdiri dari satu huruf saja, seperti hamzah istifham. Atau terdiri dari beberapa huruf tapi tidak menunjukkan makna apapun dari lafaz, seperti zaid. Atau terdiri dari beberapa lafaz, tapi bagiannya malah menunjukkan makna lain. Contoh, orang bernama Abdullah, terdiri dari abdun dan Allah. Namun salah satu bagian tersebut tidak bisa menunjukkan makna seseorang yang bernama Abdullah.

Jadi begitulah penjelasan singkat mengenai mantuq dan lafaz. Semoga hari-hari Anda menyenangkan.

Penulis: Ahmad Firman Ghani Maulana/Semester 4